Hakim Pertanyakan Alasan Saksi Kembalikan Uang pada Kasus Dugaan Korupsi BTS 4G Kominfo
Hukum | 12 September 2023, 13:32 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Hakim yang menangani kasus dugaan korupsi pengadaan BTS 4G BAKTI Kominfo menanyakan alasan para saksi mengembalikan uang hasil jerih payah mereka.
Pertanyaan hakim tersebut disampaikan dalam sidang lanjutan kasus tersebut. dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (12/9/2023).
Saat meminta keterangan salah satu saksi, Don Henri, karyawan PT Abimata Citra Abadi, hakim menanyakan perannya dalam pengadaan di proyek tersebut.
Henri mengaku saat itu dirinya belum bekerja di PT Abimata Citra Abadi, namun melakukan kerja sama dengan PT Ranbinet.
“Waktu itu ada (kerja sama). Saya bekerja sama, saya yang bertanggung jawab mulai dari mencari peluang bisnis, kemudian mengintegrasikan, setting, konfigurasi, saya memberi training dan pelatihan juga,” bebernya.
Henri bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan tersebut hingga VSAT termonitor, termasuk kecepatan keluar dari tiap BTS.
Baca Juga: Saksi Kasus Dugaan Korupsi BTS 4G Ngaku cuma Dapat Rp10 Juta, Hakim: Ndak Tega Juga Saya Tanya
“Sampai termonitor VSAT-VSAT nya, traffic keluar, traffic masuk, kecepatan keluar tiap-tiap BTS,” katanya.
Hakim kemudian menanyakan, apakah Henri juga mendapatkan kontrak dari PT IBS, yang dijawab bahwa ia tidak mendapat kontrak dari perusahaan itu.
Dari pekerjaannya, Henri mendapatkan keuntungan sebesar Rp160 juta.
“Saya dapat Rp160 juta, tapi saya sebagai pendananya juga, dan penanggung jawab teknis juga yang mengerjakan untuk empat sistem monitoring paket empat dan lima,” ujarnya.
Lalu, hakim menanyakan, kapan Henri menyelesaikan pekerjaannya.
“Kapan selesainya?”
“Pekerjaan utamanya itu Bulan September sudah selesai, kemudian ada lagi tambahan untuk backup. PT IBS bertanya, kalau ada gangguan back upnya bagaimana, sehingga ditambahkan solusi back up,” jawab Henri.
Ia menyebut seluruh pekerjaan tersebut selesai pada September hingga November 2021.
“Jadi September sampai Oktober itu pekerjaan utamanya sudah selesai. November sudah selesai (seluruhnya),” katanya.
Hakim pun menanyakan apakah keuntungan Rp160 juta yng diperoleh Henri kemudian dikembalikan pada negara.
“Dari 160 juta itu dikembalikan?” tanya hakim lagi.
Henri menyebut dirinya mengembalikan uang tersebut setelah berkoordinasi dengan saksi Suntoro.
“Kenapa dikembalikan?” hakim melanjutkan pertanyaannya.
“Mungkin untuk diuji di pengadilan,” jawab Henri.
Mendengar jawaban Henry, hakim lalu bertanya apakah pekerjaan yang dilakukan oleh Henri merupakan komponen utama dalam proyek pengadaan BTS?
Henry menjawab, pekerjaannya merupakan komponen support atau pendukung untuk memonitor VSAT.
“Support, komponen support untuk memonitor VSAT yang jauh, di Papua,” tuturnya.
“Kenapa dikembalikan? Itu menyalahi menurut penyidik?” hakim mengulang pertanyaannya.
“Saran dari bapak penyidik, setelah berkoordinasi dengan Pak Suntoro, jadi saya kembalikan saja, karena namanya rezeki, kalau hak kita ya tetap,” imbuhnya.
Mendengar hal itu, hakim kemudian menyebut pihaknya akan menelaah kembali apakah pekerjaan yang dilakukan Henri termasuk pekerjaan utama atau tidak.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Baru di Kasus Korupsi BTS 4G Kominfo, Begini Peran Mereka
Jika pekerjaan yang dilakukannya merupakan pekerjaan spesialis yang memang harus disub-kan, maka tidak ada masalah.
“Nanti kan kami lihat ya Pak, apakah itu termasuk pekerjaan utama atau tidak. Kalau itu merupakan pekerjaan spesialis sifatnya yang harus disubkon-kan, tidak masalah,” ujar hakim.
Sementara, seorang saksi lain, Suntoro, yang merupakan Direktur Operasional PT Ranbiner menyebut keuntungan yang diperoleh dari pekerjaan itu seluruhnya telah dikembalikan.
“Jadi dari PT itu, termasuk dari saya, jadi totalnya Rp213 juta yang kami kembalikan, (Pak Don Henri) Rp160 juta, PTnya Rp43 juta, saya Rp10 juta. Itu keuntungannya saja,” katanya.
Sebelumnya, dalam sidang yang sama, Suntoro mengaku mendapatkan Rp10 juta dari pengadaan barang untuk PT IBS.
Namun, uang yang diperolehnya tersebut sudah dikembalikan.
Dalam persidangan, hakim menanyakan berapa yang diperoleh Suntoro dari kontrak senilai Rp1,7 miliar antara PT Ranbinet dan PT IBS.
“Dapat berapa dari Rp1,7 miliar?” tanya hakim.
“PT Ranbinet dapat Rp53 juta, Pak Don Henry dapat Rp160 juta. Saya sendiri dapat Rp10 juta aja,” jawab Suntoro.
Mendengar hal itu, hakim pun tertawa.
“Rp10 juta aja jadi saksi juga di sidang tipikor ya. Orang enak-enak, Pak, Rp28 miliar, Rp70 miliar, Saudara berapa dapat? Rp10 juta, duduk pula di sini,” katanya.
“Rp10 juta sudah dikembalikan juga ke penyidik?” lanjut hakim menanyakan.
“Sudah Yang Mulia,” kata Suntoro menjawab pertanyaan hakim sambil tertawa.
“Saya tanya lebih lanjut, ndak tega juga saya tanya saudara itu,” lanjut hakim.
PT Ranbinet sendiri, menurut Suntoro merupakan rekanan PT IBS.
Perusahaan tersebut, kata dia, merupakan suplayer komputer dan barang yang berhubungan dengan IT.
Dalam proyek pengadaan BTS 4G Kemenkominfo tahun 2021, PT Ranbinet Digital Network merupakan salah satu suplayer untuk PT IBS.
“Sebagai suplayer PT IBS. Bukan konsultan. Suplayer dan kontraktor pengerjaan installment systemnya. Disubkan oleh IBS ke Ranbinet. Ada kontraknya dan ada PO nya,” katanya.
“Yang bertanda tangan kontrak antara direktur di IBS dan Pak Suryanto, untuk pengadaan network monitoring system (NMS),” tuturnya.
Total nilai kontrak dari pekerjaan tersebut menurut Suntoro sebesar Rp1,7 miliar, yang terdiri dari enam PO.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV