Tak Perlu Repot Cari Delik Pidana, Polisi Diminta Terapkan Restorative Justice di Kasus Rocky Gerung
Hukum | 7 Agustus 2023, 18:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Setara Institute meminta Polri menerapkan restorative justice atau keadilan restoratif terkait kasus yang menjerat akademisi Rocky Gerung yang diduga menghina Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah, mengatakan, ketimbang penyidik kepolisian repot mencari delik pidana untuk menjerat Rocky Gerung, sebaiknya polisi mengambil langkah moderat menerapkan keadilan restoratif.
“Jika memang tidak bisa mengabaikan berbagai pelaporan warga dan relawan Jokowi, Polri bisa mengambil langkah moderat dengan menerapkan restorative justice,” kata Sayyidatul Insiyah dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas TV di Jakarta pada Senin (7/8/2023).
Baca Juga: Setara Institut: Rocky Gerung Korban Pelintiran Kebencian Kelompok Relawan dan Pegiat Demo Musiman
Selain itu, kata Sayyidatul, dalam kasus Rocky Gerung ini, polisi juga dapat sekaligus memainkan peran dialog dengan pihak-pihak yang berkeberatan.
“Polri bisa menjadi jembatan demokratik untuk tetap menjaga ruang publik tetap sehat dan demokratis,” ujar Sayyidatul.
Dengan bertindak demikian, Sayyidatul menambahkan, maka Polri bisa memutus tuduhan pembungkaman dengan menggunakan instrumen hukum yang praktiknya terus berulang.
Peneliti senior Setara Institute Ismail Hasani mengatakan bahwa kritik Rocky Gerung kepada Presiden Jokowi telah memantik 13 laporan kepolisian dan demonstrasi di beberapa tempat.
Namun, kata dia, substansi kritik yang disampaikan oleh Rocky Gerung tersebut mewakili aspirasi publik atas kebijakan negara di bawah kepemimpinan Jokowi.
Baca Juga: Kritik Rocky Gerung ke Jokowi Disebut Wakili Aspirasi Publik yang Selama Ini Disumbat
“Substansi kritik Rocky Gerung sesungguhnya mewakili aspirasi publik yang selama ini tersumbat atau disumbat,” kata dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah ini.
Ismail menuturkan, tak bisa dipungkiri bahwa kritik yang disampaikan Rocky Gerung menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Bahkan, lanjut dia, bukan tak mungkin pernyataan Rocky Gerung tersebut sengaja dimainkan secara terbuka oleh sejumlah pihak.
Tujuannya, untuk mengambil keuntungan dengan menunjukkan prestasi semu pada patron politiknya, serta memetik insentif politik elektoral bagi pihak yang berkontes dalam pemilu.
Karenanya, Ismail menilai, setelah melihat dinamika yang terjadi di masyarakat dalam merespons pernyataan Rocky Gerung, kuat dugaan bahwa kasus ini sengaja dipelintir oleh pihak yang membenci Rocky Gerung.
Baca Juga: Bukan Penghinaan ke Jokowi, Bareskrim Polri Ternyata Usut Dugaan Rocky Gerung Sebarkan Berita Bohong
Apalagi, kata dia, kemarahan dan keonaran yang terjadi saat ini nyatanya hanya ditunjukkan oleh kelompok relawan dan pegiat demonstrasi musiman.
“Sebagian besar masyarakat lebih berfokus pada substansi, sekalipun menyayangkan pilihan diksi Rocky Gerung (dalam menyampaikan kritik),” ujar Ismail.
Ismail menjelaskan, pelintiran kebencian seperti yang terjadi dalam kasus Rocky Gerung, banyak digunakan oleh para “entrepreneur” politik untuk memobilisasi pendukungnya dan menyerang kelompok tertentu.
Karena itu, Ismail pun menilai bahwa Rocky Gerung saat ini telah menjadi korban pelintiran kebencian tersebut.
“Rocky Gerung hari ini menjadi korban pelintiran ini, setelah pernyataannya direspons secara berjarak dengan jeda waktu dari peristiwa dan orkestrasi struktural,” ucap Ismail.
Baca Juga: Cerita Rocky Gerung Dipersekusi PDIP di Yogyakarta: Padahal, Saya Sering Ngajar di Sekolah Megawati
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV