> >

Menakar Arah Koalisi PKB dan Gerindra setelah Muhaimin Berpasrah dengan Takdir soal Posisi Cawapres

Rumah pemilu | 26 Juli 2023, 07:45 WIB
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) bersalaman dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang tiba di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (28/4/2023). (Sumber: Kompas.tv/AntSigid Kurniawan)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin soal takdir yang menentukan nasib Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) saat pidatonya di Harlah ke-25 PKB dinilai sebagai bentuk sindiran kepada Partai Gerindra. 

Sejauh ini KKIR belum mendeklarasikan secara resmi siapa capres dan cawapres yang akan diusung. Namun nama Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar menjadi kandidat capres dan cawapres yang mencolok di KKIR. 

Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menilai pernyataan Muhaimin di acara Harlah PKB merupakan pesan agar Partai Gerindra segera mendeklarasikan Muhaimin atau Cak Imin sebagai pasangan Prabowo Subianto. 

Menurut Burhanuddin pesan tersebut juga bisa dinilai sebagai sinyal "ancaman" akan adanya pergantian arah koalisi PKB ke partai lain, jika Muhaimin tidak dijadikan cawapres Prabowo.  

"Bahasa yang kira-kira ingin disampaikan oleh Muhaimin Iskandar dalam Harlah PKB adalah PKB terbuka untuk pindah ke lain hati," ujarnya di program Kompas Malam KompasTV, Selasa (25/7/2023).

Baca Juga: Soal Kedekatan Prabowo-Erick, PKB: Tak Baik Jadi Orang Ketiga di Tengah Koalisi yang Sudah Dibentuk!

Meski memberi pesan ke Gerindra, Burhanuddin menilai PKB kemungkinan tidak akan keluar dari KKIR walau bergabung dengan PDI Perjuangan (PDI-P).

Sebab tidak ada jaminan juga Muhaimin akan dipilih sebagai pendamping Ganjar Pranowo, bakal Capres dari PDI-P.

Di sisi lain, Gerindra saat ini memiliki posisi tawar yang tinggi lantaran elektabilitas Prabowo sedang meningkat. 

Jika PKB keluar koalisi, Gerindra bisa menggandeng Partai Golkar ataupun PAN yang selalu menawarkan Erick Thohir sebagai kandidat bakal cawapres. 

Menurutnya belum dideklarasikannya Muhaimin sebagai pendamping Prabowo, karena Partai Gerindra masih mengulur waktu. 

Baca Juga: Cak Imin Masuk 5 Besar Bakal Cawapres Ganjar, PKB: Kalau Digoda Mba Puan, Kita Pasti Meleleh

Baik untuk mencari pasangan lain, memberi kesempatan kepada Muhaimin meningkatkan elektabilitasnya agar bisa kompetitif dengan kandidat-kandidat bakal Cawapres lain maupun menunggu negosiasi ulang PKB untuk tidak diposisi cawapres. 

"Buying time ini bukan berarti menolak PKB, Gerindra jelas mau PKB karena Pak Prabowo perlu dukungan terutama di basis NU. Jadi buying time ini luas bukan sekadar cari opsi di luar Muhaimin, tapi memberi kesempatan Gus Muhaimin meningkatkan keterpilihannya terutama sebagai cawapres," ujar Burhanuddin. 

Burhanuddin menambahkan sinyal-sinyal dan peristiwa di tengah anggota koalisi menjadi tanda, kerja sama politik jelang Pilpres 2024 masih sangat jauh dari istilah koalisi idiologis. 

Semua partai saat ini tergabung dalam koalisi lebih mencari kepentingan untuk mendapat kekuasaan.

Peluang berpindah ke lain hati ini juga tidak hanya terjadi di KKIR, partai yang masuk di koalisi lain juga bisa berpindah jika kadernya tidak terpilih sebagai kandidat capres atau cawapres. 

Baca Juga: Ajak Prabowo dan Erick Thohir ke PT Pindad Malang, Begini Kata Jokowi!

Ia menilai koalisi yang saat ini terbangun masih sebatas kesepakatan dan belum sepenuhnya menjadi komitmen tetap, sebelum didaftarkan ke KPU. 

"Jadi koalisi saat ini masih ke-perdata-an, ada tanda tangan antara Gerindra dengan PKB untuk membentuk KKIR. Ada tanda tangan tiga partai Nasdem, PKS, Demokrat membentuk piagam koalisi. Tapi sebelum di daftarkan ke KPU, itu tidak ada nilainya. Apapun bisa terjadi kalau misalnya tidak ada titik temu berkaitan penentuan capres dan cawapres," ujar Burhanuddin. 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU