Respons Mabes Polri soal Dugaan Penyimpangan Pengadaan Gas Air Mata yang Disebut Kemahalan
Hukum | 13 Juli 2023, 11:23 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Mabes Polri merespons temuan Indonesia Corruption Watch atau ICW terkait adanya dugaan penyimpangan dalam pengadaan gas air mata di Korps Bhayangkara pada 2022.
Untuk itu, Mabes Polri menyampaikan meminta waktu untuk menjelaskan dugaan penyimpangan tersebut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divis Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, mengatakan berjanji akan menjelaskan hal tersebut dalam waktu dekat.
Tanpa menyebut tanggal pasti, Ramadhan hanya menyebut akan menyampaikan hal itu dalam minggu-minggu ini.
Baca Juga: ICW Ungkap Pengadaan Perangkat Gas Air Mata Polri Diduga Kemahalan hingga 30 Kali Lipat
“Dalam waktu dekat akan disampaikan terkait hal tersebut (dugaan peningkatan harga pengadaan gas air mata). Saya komunikasikan supaya minggu ini sudah bisa disampaikan,” kata Ramadhan dikutip dari Kompas.id, Rabu (12/7/2023).
Sementara itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas, Albertus Wahyurudhanto, mengapresiasi temuan ICW terkait pengadaan gas air mata di Polri tersebut.
Hal itu, kata dia, menunjukkan adanya pantauan kritis dari pihak eksternal Polri. Namun, pihaknya tetap akan membuktikan kebenaran dari temuan tersebut.
Untuk itu, Albertus menuturkan Kompolnas telah berkirim surat ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui Inspektorat Pengawasan Umum Polri untuk meminta penjelasan resmi. Ia berharap agar internal Polri jadi institusi yang transparan.
“Seperti kemarin disampaikan Pak Presiden (Joko Widodo) pada 1 Juli (2023) bahwa semua (pihak) mengawasi polisi,” ujar Albertus.
“Saya kira ini harus dipahami pada posisi polisi sebagai insitusi yang menjadi perhatian publik sehingga dia harus melakukan hal-hal sesuai ketentuan yang ada.”
Baca Juga: Penampakan Uang Rp27 Miliar Dibawa Maqdir ke Kejagung soal Kasus BTS Kominfo, Dibopong 2 Orang
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap temuan pengadaan barang berupa perangkat gas air mata Polri yang dinilai kemahalan.
Diketahui, Polri pada tahun 2022 melakukan pengadaan barang berupa perangkat gas air mata bernama pepper projectile launcher sebanyak 187 unit yang nilainya mencapai Rp 49.860.450.000 atau Rp 49,8 miliar.
“Nilai kontraknya adalah Rp 49,8 Miliar dan yang memenangkan adalah PT Tri Manunggal Daya Cipta,” kata Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube ICW pada Minggu (9/7/2023).
“Yang mana kami asumsikan ketika PT Tri Manunggal Daya Cipta ini menang (tender) artinya dia akan menyediakan barang tersebut ke kepolisian."
Selanjutnya, dari nilai pengadaan barang sebesar Rp49,8 miliar, ICW kemudian melakukan perhitungan. Hasilnya, didapati satu unit pepper projectile launcher itu dihargai senilai Rp 266,6 juta.
Padahal, setelah dicek di situs penyedia atau produsen, pepper projectile launcher tersebut hanya seharga 479.99 dollar Amerika Serikat atau hanya Rp 6,9 juta per unit.
“PT Tri Manunggal Daya Cipta itu menawarkan harga yang sangat besar yaitu Rp 266,6 juta,” tutur Wana.
Baca Juga: Bareskrim Polri Terima Laporan PPATK Usut Pencucian Uang Pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang
Wana menjelaskan pihaknya menyadari ada biaya lain seperti administrasi 5 persen, pengiriman 10 persen, dan keuntungan 10 persen, yang juga harus dihitung. Mengingat, perusahaan memiliki tujuan mendapat keuntungan. Dengan demikian, jumlah keseluruhan biaya lain-lain itu diperkirakan 25 persen.
ICW kemudian menemukan asumsi bahwa nilai kontrak pengadaan pepper projectil launcher tersebut senilai Rp 1.294.920.795 atau Rp 1,2 miliar. Jika ditambah biaya lain-lain sebesar 25 persen dari nilai kontrak, seharusnya ada penambahan biaya sebesar Rp 323.730.199.
Dengan demikian, kata Wana, pihaknya memperkirakan jumlah pembelian 187 unit pepper projectile launcher itu seharusnya hanya membutuhkan biaya Rp 1.618.650.993 atau 1,6 Miliar.
Namun yang terjadi, nilai kontrak untuk pengadaan barang tersebut mencapai Rp 49.860.450.000. Artinya, ada kelebihan atau pemborosan sekitar Rp 48.241.799.007.
“Dan hal ini tentu akan berdampak pada potensi pemborosan dan dugaan kemahalan harga sekitar 30 kali lipat,” kata Wana.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV/Kompas.id