Transparansi Internasional: Tidak Ada Alasan Tunda Pembahasan RUU Perampasan Aset
Hukum | 17 Mei 2023, 08:14 WIBKedua soal kewenangan negara untuk perampasan.
Menurutnya saat ini UU Tipikor maupun UU TPPU terbatas mengenai kewenangan negara soal penghentian transaksi, untuk soal perampasan tidak cukup termuat.
Ketiga, soal perluasan subjek. Alvin menjelaskan selama ini kasus TPPU hanya tatanan pejabat publik saja yang bisa ditelusuri. Diharapkan ke depan di RUU ini bisa menjangkau pihak swasta.
"Ke depan di RUU ini harus juga perluasan enggak hanya pejabat publik tapi mungkin aktor di level swasta yang selama ini "memanfaatkan" kebolongan instrumen perampasan aset," ujar Alvin.
Baca Juga: Ini Sejumlah Pasal Krusial dalam Draf RUU Perampasan Aset Koruptor yang Tak Kunjung Dibahas DPR
Keempat soal relasi antar penegak hukum. Alvin menilai dalam draf RUU Perampasan Aset belum tergambar jelas mengenai relasi antar penegak hukum.
Harapannya dalam pembahasan di DPR bisa diperjelas terkait hal tersebut, sebab dalam draf RUU Perampasan Aset kewenangan super besar ada di Kejaksaan Agung.
"Di draf RUU Kejaksaan dimandatkan untuk mengelola aset perampasan tindak pidana. Ketika semua perampasan aset dijalankan setelah ada putusan pengadilan kita tidak mau ketika proses menunggu putusan tadi itu ada cawe-cawe," ujar Alvin.
Kelima soal pengelolaan aset. Alvin menilai yang menjadi tantangan dari pengelolaan aset adalah menjaga nilainya tetap stabil.
Baca Juga: Mahfud MD: Satgas TPPU Mulai Usut Transaksi Janggal Rp349 Triliun
Menurutnya dalam UU Kejaksaan baru soal pendirian badan perampasan aset harus didukung, sebab di sana tidak hanya menangani perampasannya tetapi juga menjaga nilai aset.
"RUU Perampasan Aset ini sebagai pelengkap atau sarana mengoptimalkan instrumen yang sudah ada. Biasanya negara yang punya UU yang super komprehensif seperti perampasan aset nilai indeks persepsi korupsinya juga baik," ujar Alvin.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV