Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Usulan Revisi UU TNI: Mengembalikan Dwifungsi, Khianati Reformasi
Politik | 10 Mei 2023, 16:56 WIBSOLO, KOMPAS.TV - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik rencana revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Meninjau dari draf usulan revisi UU tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil menilai RUU TNI justru berpeluang membahayakan pemajuan hak asasi manusia di Indonesia.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil mempertanyakan urgensi merevisi UU TNI. Koalisi itu juga menilai substansi perubahan yang diusulkan saat ini justru memundurkan agenda reformasi TNI.
"Alih-alih mendorong TNI menjadi alat pertahanan negara yang profesional, sejumlah usulan perubahan memundurkan kembali agenda reformasi TNI," demikian bunyi rilis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang diterima Kompas TV, Rabu (10/5/2023).
Baca Juga: Selain Korban Jiwa 9 Senjata TNI juga Dirampas KKB Saat Penyerangan di Mugi Papua
Terdapat sejumlah poin usulan revisi UU TNI yang dikritik masyarakat sipil. Poin-poin perubahan ini dinilai membahayakan kehidupan demokrasi, konsep negara hukum, dan hak asasi manusia.
Salah satu poin yang dikritik adalah perluasan fungsi TNI menjadi alat keamanan negara, bukan hanya alat pertahanan. Poin ini disinyalir dapat membuat TNI digunakan untuk menghadapi masyarakat.
"Penambahan fungsi militer sebagai alat keamanan negara sama saja memberikan cek kosong untuk militer dapat masuk dalam menjaga keamanan dalam negeri. Hal ini akan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM dan mengembalikan format dan fungsi militer seperti di masa rezim otoriter Orde Baru," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
Koalisi juga mengkritik usulan pencabutan kewenangan presiden untuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI. Kewenangan presiden itu disebut sudah digariskan dalam UUD 1945.
"Hal ini tentu akan meletakkan fungsi TNI kembali seperti di masa lalu di mana TNI dapat bergerak dalam menghadapai masalah keamanan dalam negeri dengan dalih operasi militer selain perang tanpa melalui keputusan presiden. Hal ini tentu melanggar prinsip supremasi sipil sebagai prinsip dasar dalam negara demokrasi dalam menata hubungan sipil-militer yang demokratis."
Usulan perluasan dan penambahan jenis-jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP) juga dikecam. Koalisi Masyarakat Sipil menyebut usulan jenis-jenis OMSP yang ditambahkan di luar kompetensi militer seperti penanggulangan narkotika, prekursor, dan zat adiktif lainnya serta soal mendukung pembangunan nasional.
Terakhir, Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik poin perluasan jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki perwira aktif TNI dalam usulan revisi. Poin ini dinilai sama dengan Dwifungsi ABRI era Orde Baru.
Koalisi Masyarakat Sipil mengkhawatirkan usulan perluasan jabatan tersebut dapat membuka ruang TNI untuk berpolitik. Koalisi menggarisbawahi fenomena TNI pada era Orde Baru yang kerap menduduki jabatan sipil di kementerian, DPR, kepala daerah, dan lainnya.
"Militer tidak di-design untuk menduduki jabatan-jabatan sipil. Penempatan militer di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara bukan hanya salah, akan tetapi akan memperlemah profesionalisme militer itu sendiri," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
"Profesionalisme dibangun dengan cara meletakkan dia dalam fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara dan bukan menempatkannya dalam fungsi dan jabatan sipil lain yang bukan merupakan kompetensinya."
Usulan rencana revisi UU TNI saat ini masih terus digodok oleh Markas Besar TNI. Pada 28 April lalu, paparan draf revisi UU TNI disebut telah diebrikan kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
Draf usulan revisi yang di antaranya memuat perluasan wewenang TNI di ranah sipil pun disorot berbagai pihak. Namun, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Julius Widjojono menekankan draf revisi itu masih sebatas usulan yang belum disampaikan ke Kementerian Pertahanan RI.
Baca Juga: Terungkap, Anggota TNI Tabrak Pasutri hingga Tewas Terjadi Usai Antar Anak Atasannya ke Sekolah
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV