Ribuan Tenaga Medis dan Nakes Unjuk Rasa, DPR Sebut Akan Perbaiki Naskah RUU Kesehatan
Politik | 9 Mei 2023, 11:19 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi IX DPR RI Ansory Siregar menilai aksi demonstrasi yang dilakukan oleh lima organisasi profesi kesehatan, baik yang berasal dari tenaga kesehatan (nakes) maupun tenaga medis, merupakan bentuk ekspresi dan kepedulian terhadap RUU Omnibus Law Kesehatan.
Hal itu disampaikan Ansory terkait aksi demonstrasi yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Kesehatan Bangsa (Aset Bangsa) yang menolak pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan, di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023) kemarin.
Lima organisasi ini terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Menurut Ansory, penyusunan RUU tentang Kesehatan yang dibahas dengan metode omnibus law harus dilakukan secara menyeluruh, teliti, dan melibatkan pemangku kepentingan terkait (meaningful participation) sehingga tidak ada pengaturan yang luput dan kontradiksi.
“Demonstrasi yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan (nakes) dan tenaga medis (nadis) sejatinya bentuk ekspresi dan perhatian para pemangku kepentingan kesehatan terhadap proses pembahasan Omnibus Law RUU Kesehatan,” kata Ansory dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/5).
Baca Juga: Bantah RUU Kesehatan Hapus Perlindungan Hukum Dokter, Kemenkes: Justru Kita Tambah
Ansory menyatakan, DPR akan memperhatikan tuntutan dari Lima organisasi profesi kesehatan tersebut.
DPR juga akan berupaya untuk memperbaiki naskah RUU Kesehatan sesuai dengan aspirasi dan kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
“Kami memahami kekhawatiran dan kepentingan dari lima organisasi profesi kesehatan tersebut. Kami berkomitmen untuk menjalankan tugas kami sebagai anggota DPR dengan sebaik-baiknya demi kepentingan rakyat dan kesejahteraan masyarakat Indonesia,” tuturnya.
Ansory berharap bahwa aksi damai tersebut dapat menjadi momentum untuk meningkatkan komunikasi dan kolaborasi antara DPR dan para pemangku kepentingan kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas dan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.
Salah satu yang diprotes tenaga medis dan tenaga kesehatan adalah perlindungan hukum terhadap profesi tersebut yang disebut dihilangkan dalam RUU Kesehatan.
Baca Juga: PB IDI Meminta Pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) Dihentikan
Namun, Juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril membantah Rancangan Undang-Undang Kesehatan menghilangkan perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintah justru mengusulkan agar ada perlindungan tambahan dalam RUU yang saat ini tengah dibahas oleh pemerintah dan DPR.
“Dalam undang-undang yang berlaku saat ini memang perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya masih belum maksimal. Untuk itu dalam RUU ini akan kita usulkan untuk ditambah. Jadi tidak benar informasi yang beredar kalau RUU menghilangkan perlindungan. Kita justru menambah,” kata Syahril dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/04/2023).
“Pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian di luar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin,” ucapnya.
Menurut Syahril, terdapat beberapa pasal baru perlindungan hukum yang diusulkan pemerintah. Pertama, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan yang tertuang dalam pasal 322 ayat 4 DIM pemerintah.
Baca Juga: Pemerhati Sebut Kewenangan IDI Terlalu Besar di RUU Kesehatan Nasional
Pasal ini mengatur tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum wajib mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan mekanisme keadilan restoratif.
Kedua, Perlindungan untuk Peserta Didik yang tertuang dalam pasal 208E ayat 1 huruf a DIM pemerintah.
"Pasal ini mengatur peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak memperoleh bantuan hukum dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan," ujar Syahril.
Ketiga, Anti-Bullying yang tertuang dalam dua pasal. Pasal 282 ayat 2 DIM pemerintah mengatur Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.
Kemudian Pasal 208E ayat 1 huruf d DIM pemerintah, mengatur peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan.
Baca Juga: Budi Gunadi Ungkap Sederet Masalah yang Buat RUU Kesehatan Sangat Diperlukan
Keempat, Proteksi Dalam Keadaan Darurat. Teruang dalam pasal 408 ayat 1 DIM pemerintah, di mana Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang melaksanakan upaya Penanggulangan KLB dan Wabah berhak atas pelindungan hukum dan keamanan serta jaminan kesehatan dalam melaksanakan tugasnya.
"Dan tertuang dalam pasal 448B DIM pemerintah, di mana Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan tidak dipidana," ucapnya.
Selain itu, pasal-pasal perlindungan hukum yang saat ini berlaku di undang-undang yang ada juga turut diadopsi dan tidak ada yang dikurangi.
Antara lain tentang Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak mendapatkan pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Pasien, pada pasal 282 ayat (1) huruf a.
Baca Juga: Menkes: RUU Kesehatan Bukan untuk Dokter Atau Kemenkes, tapi Masyarakat
Dalam hal Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan diduga melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian kepada pasien, perselisihan yang timbul akibat kesalahan tersebut diselesaikan terlebih dahulu melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, pada pasal 327.
Pemerintah juga menjamin pelindungan hukum bagi setiap orang dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan pada bencana, pada pasal 141.
Dalam keadaan tertentu, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya, pada pasal 296 ayat 1.
"Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Rumah Sakit, pada pasal 188," tutur Syahril.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV