> >

Soal Brigjen Endar, Ketua KPK Dinilai Langgar Independensi Penyelidik dan Lakukan Penyimpangan

Hukum | 7 April 2023, 10:10 WIB
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri disebut melakukan penyimpangan oleh Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang, Jumat (7/4/2023). (Sumber: Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dinilai melanggar independensi penyelidik dan melakukan penyimpangan usai memberhentikan Direktur Penyelidikan KPK, Brigjen Endar Priantoro, Jumat (7/4/2023).

Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang menyatakan, pimpinan KPK saat ini melakukan penyimpangan, terutama dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM).

Ia pun mempertanyakan alasan pemberhentian Brigjen Endar Priantoro yang ia nilai melanggar prinsip utama pemberantasan korupsi.

"Ini ngelola SDM yang benar nggak itu? Kan saya sudah bilang tadi, prinsip pemberantasan korupsi itu yang paling depan itu transparan, akuntabel, dan bebas dari conflict of interest," kata Saut di program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (7/4/2023).

Firli ditengarai melanggar independensi penyelidik karena memaksa penanganan kasus Formula E dinaikkan ke tahap penyelidikan.

"Jadi ini udah jauh dari text book, jauh dari teori-teori yang umum, makannya kita bilangnya anomali, penyimpangan," kata Saut.

Saut pun mengingatkan pimpinan KPK bahwa penyelidik adalah pihak yang independen dan tak bisa dipengaruhi oleh siapa pun, termasuk ketua KPK.

Baca Juga: Dewas Pelajari Laporan Endar Priantoro yang Adukan Firli dan Sekjen KPK karena Dinilai Langgar Etik

Apalagi, menurut Saut, Firli Bahuri tak punya pengalaman sebagai penyidik maupun penuntut di lembaga antirasuah sebelum menempati kursi Ketua KPK.

"Jangan lupa, pimpinan KPK saat ini bukan penyidik dan bukan penuntut, beda dengan ketika sebelum UU KPK itu," ujar Saut.

"Nah sekarang, Anda bukan penyidik, bukan penuntut, campur-campur di urusan penyidik dan penyelidik, ini makin nggak ngerti saya seperti apa," ujarnya.

Ia menerangkan, usai revisi UU KPK, pimpinan hanya berperan dalam tugas-tugas manajerial. Status KPK sebagai bagian dari pemerintah saat ini, kata dia, seharusnya lebih memudahkan para pimpinan KPK untuk saling berkomunikasi.

Saut menerangkan, pencopotan atau pemberhentian pegawai KPK, terutama penyelidik, mestinya didasarkan pada adanya pelanggaran etik berat atau ketika yang bersangkutan meminta pimpinannya untuk dikembalikan ke instansi asal.

Selain itu, Saut menyebut, ada proses panjang dalam mempertahankan pegawai KPK, di antaranya melihat hasil Key Performance Indicator serta hasil medical check-up (pemeriksaan kesehatan) pegawai.

Baca Juga: Kapolri Hormati Langkah Brigjen Endar yang Laporkan Pihak KPK ke Dewas: Itu Urusan Internal

Bahkan, di masa lalu, kata Saut, orang yang sudah kembali ke instansinya akan dipanggil KPK lagi untuk mendalami kasus yang sebelumnya ditangani olehnya.

"Tujuan utamanya kan kita membuat badan antikorupsi bebas dari kepentingan manapun," ucapnya.

Sebelumnya, Firli menjadi perbincangan publik usai KPK memberhentikan Brigjen Endar Priantoro dengan hormat pada 31 Maret 2023, padahal Polri masih memperpanjang masa tugas Endar di KPK.

Kesimpangsiuran alasan pemberhentian Endar itu pun menuai polemik. Endar lantas melaporkan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa dan pimpinan KPK atas dugaan pelanggaran kode etik terkait pemberhentian dirinya kepada Dewan Pengawas KPK.

Berdasarkan Undang-Undang KPK, pemberhentian pegawai KPK hanya bisa dilakukan apabila terjadi pelanggaran kode etik berat. Sedangkan Endar disebut tak pernah melakukan pelanggaran kode etik oleh Dewan Pengawas KPK.

"Belum pernah dia terkena pelanggaran etik," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Kamis (6/4).

 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU