Mahfud MD Tegaskan Pemilu 2024 Tak Bisa Diundur, Singgung Negara Bakal Chaos
Rumah pemilu | 25 Maret 2023, 16:01 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan Pemilu 2024 tidak bisa diundur.
Karena itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu meminta organisasi masyarakat atau ormas Islam mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 agar berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Baca Juga: Arteria Dahlan Peringatkan Mahfud MD Soal Pidana Penjara karena Dokumen TPPU: Ini Serius
“Salah satu tugas jangka pendek kita dalam masalah kebangsaan, menjaga agar Pemilu tahun 2024 berjalan sesuai dengan yang dijadwalkan,” kata Mahfud dalam acara Tadarus Kebangsaan dan Perumusan Peta Jalan Kepemimpinan Muslim Indonesia di Jakarta, Sabtu (25/3/2023).
Mahfud menjelaskan, dalam konstitusi diatur bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali, tidak boleh lewat sehari. Begitu pula dengan masa jabatan presiden yakni lima tahun sekali, tidak boleh lewat sehari pun.
Jika presiden dilantik pada 20 Oktober 2019, maka tanggal 20 Oktober 2024 harus ada presiden baru yang dilantik. Jika tidak, akan melanggar konstitusi.
Mahfud mengatakan, Pemilu 2024 bisa saja diundur, namun harus diikuti dengan cara mengubah konstitusi. Untuk mencapai hal itu, tentu tidaklah mudah.
Sebab, kata Mahfud, harus diusulkan dengan mengubah sepertiga pasal beserta alasan dan rumusannya. Badan pekerja pun harus dibentuk terlebih dahulu.
“Nanti kalau dapat sepertiga sih gampang, tapi sidangnya harus dihadiri dua pertiga anggota MPR,” ujar Mahfud.
Baca Juga: KPU Hadapi 48 Gugatan Selama Proses Pendaftaran Parpol Peserta Pemilu 2024
Untuk mencapai dua pertiga (2/3) anggota MPR itu, tutur Mahfud, juga tidak mudah. Bila melihat konfigurasi politik yang terjadi saat ini, sebagian besar partai suara terbanyak menolak perpanjangan masa jabatan presiden, seperti PDIP, Demokrat, Nasdem, dan PKS.
“Ini sudah hampir separuh, endak akan ada sidang MPR,” ujarnya.
Mahfud menyebut, dalam keadaan tersebut, negara bisa menjadi chaos. Pasalnya, masa jabatan presiden habis dan presiden baru belum diangkat, karena oleh konstitusi tidak bisa diangkat.
Adapun aturan pengangkatan presiden saat ini berbeda dengan di zaman Orde Baru yang bisa diangkat oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Sementara sekarang, MPR hanya join session antara DPR dan DPD, sehingga tidak bisa secara sepihak mengubah aturan.
Jika dahulu, aturan membolehkan presiden diganti oleh wakil presiden bila berhalangan tetap. Dengan lima alasan berhalangan tetap, yaitu korupsi, penyuapan, pengkhianatan terhadap negara, melakukan tindak pidana besar, dan melanggar etika.
Baca Juga: KPU Tegaskan Bakal Banding atas Putusan PN Jakpus: Kami Tak Setuju Penundaan Pemilu 2024
“Etika ini harus diatur dengan undang-undang dulu. Tanpa ini, presiden tidak bisa diberhentikan. Kalau ada ini, diberhentikannya juga lewat DPR,” ujarnya.
Pemberhentian lewat sidang DPR ini juga tidak mudah, dan membutuhkan waktu yang lama. Akhir dari putusan DPR itu lalu dibawa ke Mahkamah Konstitusi, dan disidang, yang juga memerlukan waktu lama.
Namun, belum tentu putusannya sesuai harapan, bisa jadi dikembalikan ke DPR, dan sidang pun batal dihentikan.
Dengan begitu, lanjut dia, presiden bisa saja membeli dua pertiga suara partai politik. Cari kesalahannya, dalam politik hal itu bisa terjadi.
Mahfud menegaskan, memberhentikan presiden sekarang tidak seperti di era Orde Baru, dengan mendesak MPR untuk memberhentikan presiden. Tetapi, diatur dalam konstitusi.
Baca Juga: Mahfud MD Cerita Ditelepon Megawati yang Marah Soal Putusan Tunda Pemilu: Jangan Main-main Lho!
Presiden juga tidak bisa digantikan oleh para menteri, karena masa jabatan menteri berakhir dengan masa jabatan presiden.
“Oleh sebab itu, saya katakan jangan main-main dengan jadwal pemilu. Jangan main-main, itu mengundang chaos, kalau Saudara ingin memaksa pemilu itu ditunda,” katanya.
Menanggapi permintaan Mahfud MD, Pimpinan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Kiai Said Aqil Siradj menyambut positif hal itu.
“Top, saya setuju sekali,” kata Said.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV