Pakar Nilai Koperasi dan Investasi Ilegal Bisa Jadi Wadah Pencucian Uang
Kriminal | 16 Maret 2023, 07:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Pakar bidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menyebut koperasi dan investasi ilegal bisa menjadi wadah dana-dana ilegal hasil pencucian uang.
Penjelasan Yenti tersebut disampaikan dalam dialog Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (15/3/2023), menjawab pertanyaan apa saja yang bisa menjadi wadah selain narkotika.
“Misalnya investasi-investasi ilegal, di belakang-belakangnya kita lihat ya. Kemudian koperasi-koperasi,” tuturnya.
“Kemudian kemarin misalnya ada sekian lama yang penyerobotan tanah. Saya kan selalu ikut gelar perkara dan memberikan keterangan ahli untuk itu. Uangnya itu banyak sekali, triliunan.”
Yenti juga menyebut bahwa di belakang kasus seperti Indosurya, robot trading, dan kripto, masih ada pihak lain yang penegak hukum tidak berani mengusut.
Baca Juga: Mantan Ketua PPATK Beberkan Pola Dugaan TPPU Jelang Pemilu: Kredit Macet Meningkat, Bank Dibobol
“Indosurya, robot trading, kripto, ternyata ya, ternyata bukan orang-orang itu. Masih ada aliran di belakang, siapa di belakang. Ini siapa, ini siapa, oh ini temannya angota DPR itu. Itu kalau mau dibuka.”
“Tapi permasalahannya kadang-kadang, ini ada masalah, ketika di belakang ini ada siapa-siapa, penegak hukum tidak berani,” imbuhnya.
Dalam dialog itu, Yenti juga membenarkan bahwa TPPU yang dilakukan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah adanya dana-dana ilegal tersebut di sektor politik, adalah menurunkan jumlah sumbangan maksimal.
“Harusnya, menurut saya sih sumbangannya terlalu tinggi yang diizinkan. Dulu saya pernah hadir waktu ada global organization parliament anticorruption, itu berbicara tentang sumbangan untuk kampanye partai politik.”
“Kanada itu hanya 20 dolar maksimum. Kita waktu itu Rp1 miliar per orang. Sekarang malah jadi Rp2,5 miliar, bukannya diturunkan,” tambahnya.
Sebelumnya, dalam dialog yang sama, Humas PPATK M Natsir Kongah juga menyebut PPATK mencatat adanya indikasi tindak pidana pencucian uang dari kejahatan green financial crime sebesar Rp45 triliun.
Menurut Humas PPATK Natsir Kongah, dari jumlah Rp45 triliun tersebut di antaranya ada yang mengalir pada politikus.
Natsir mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, PPATK fokus pada green financial crime, seperti kejahatan di bidang lingkungan hidup, kehutanan, perikanan, serta kelautan.
Baca Juga: Tanggapi Klarifikasi Harta Kekayaan Pejabat oleh KPK, Saut Situmorang: Nggak Sulit Di-TPPU-kan
“Dari total indikasi tindak pidana pencucian uang di kejahatan green financial crime itu ada Rp45 triliun,” jelasnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (15/3/2023).
“Di mana di antaranya mengalir kepada politikus. Itu pada periode Pemilu sebelumnya (2019).”
Meski demikian, ia menyebut, ada dugaan bahwa itu juga untuk persiapan pemilu-pemilu di tahun-tahun selanjutnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV