> >

Sebut Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu Non-Executable, Mahfud MD Beberkan Penjelasannya

Rumah pemilu | 9 Maret 2023, 05:05 WIB
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) (kiri) dalam Satu Meja The Forum, Rabu (8/3/223) berpendapat putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat soal penundaan tahapan pemilu, tidak bisa dieksekusi atau non-executable. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD berpendapat putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima soal penundaan tahapan pemilu, tidak bisa dieksekusi atau non-executable.

Dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (8/3/2023), Mahfud mengatakan, secara politis pemerintah akan menolak putusan tersebut karena ‘salah kamar’.

“Secara politik, kita akan katakan, kita akan menolak, karena itu salah kamar,” tuturnya.

“Apakah bisa? Ada keputusan non-executable? Ada. Bahwa keputusan yang sudah inkracht tidak bisa dilaksanakan itu ada tujuh macam, kita cari di situlah nanti, karena ini soal perdata,” tegasnya.

Jika putusan gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut dianggap sebagai perkara perdata, maka, kata Mahfud, putusan itu tidak bisa dilaksanakan.

Baca Juga: KPU Menanti Undangan Bahas Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu 2024 dari Komisi II DPR

Alasannya, kata dia, keputusan untuk menunda pemilu bukan merupakan hak atau kewenangan KPU, melainkan hak dari konstitusi.

“Kalau ini mau dianggap sebagai putusan perdata, maka putusan itu tidak ada yang bisa diberikan dari KPU.”

“Misalnya keputusannya menunda pemilu, itu bukan haknya KPU, itu haknya konstitusi, sehingga tidak bisa dilaksanakan, non-executable,” tegasnya.

Bahkan, kata Mahfud, pada saat terakhir nanti, jika putusan itu akan dipaksakan, pemerintah akan menyatakan bahwa itu non-executable.

“Pada saat terakhir nanti, kalau mau dipaksakan, kita akan nyatakan ini non-executable, salah kamarnya. Ini putusan perdata tidak mengikat masalah tata negara, kita katakan begitu, karena ada di aturan perdata itu ada vonis-vonis inkracht yang tidak bisa dieksekusi.”

Ia kemudian mencontohkan putusan inkracht yang tidak bisa dieksekusi. Misalnya, pengadilan memutuskan menghukum seseorang untuk menyerahkan sebidang tanah di sebuah lokasi pada orang lain.

Padahal, letak tanah yang dimaksud tidak berada di lokasi yang disebutkan dalam putusan, maka putusan tersebut inkracht tapi tidak bisa dieksekusi.

“Misalnya begini, ‘Dengan ini hakim memutuskan agar Saudara Budiman menyerahkan sebidang tanah nomor sekian sertifikatnya yang ada di Desa Trawas, supaya diserahkan kepada misalnya Butet’."

“Nah tanah yang di Desa Trawas dengan alamat jalan ini, nomor sertifikat sekian itu, ternyata tempatnya bukan di Trawas, ada di tempat lain, itu kan non-executable, karena disebut di Trawas. Kita bisa pakai logika itu nanti,” urainya.

Sebelumnya, diberitakan, majelis hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima dengan tergugat KPU.

Baca Juga: Moeldoko Pastikan Jokowi Tak Intervensi Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu: Itu Urusan KPU

Dalam putusannya, hakim memerintahkan tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu sejak putusan dibacakan.

"Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari."

Humas PN Jakarta Pusat Zulkifil Atjo, menyebut, dalam bahasa putusan adalah menunda tahapan, bukan menunda pemilu seperti yang ramai diperbincangkan.

"Kami tak mengartikan seperti itu (penundaan pemilu)," kata Atjo, Kamis (2/3/2023) malam dilansir dari program Kompas TV Pagi, Jumat (3/3/2023).

Menurut Atjo, dia tidak bisa mengomentari putusan hakim tersebut dan mempersilakan media mengartikan sendiri.

"Jadi silakan rekan-rekan media mengartikan itu. Tapi bahasa putusan seperti itu ya, menunda tahapan," ucapnya.

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU