Pengamat dari ISESS Sebut Peluang Richard Eliezer Kembali ke Polri Sudah Tertutup: Dia Harus Legowo
Hukum | 16 Februari 2023, 12:28 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut peluang Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E untuk kembali menjadi anggota Polri sudah tertutup.
Hal tersebut dia sampaikan merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.
Baca Juga: Nasib Richard Eliezer di Polri Ditentukan Lewat Sidang Etik, Justice Collaborator Jadi Pertimbangan
“Merujuk pada PP Nomor 1 Tahun 2003, peluang kembali menjadi anggota Polri maupun PNS Polri untuk seorang anggota yang sudah divonis pidana itu sudah tertutup,” kata Bambang saat dihubungi du di Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Karena itu, Bambang mengatakan bahwa Richard Eliezer harus legowo diberhentikan dari Polri. Menurut Bambang, apa yang dialami Richard Eliezer tersebut merupakan risiko seorang bawahan dalam menjalankan perintah atasan.
Bambang mengatakan pengalaman Richard Eliezer menjalankan perintah atasannya Ferdy Sambo untuk menembak rekannya sendiri yakni Brigadir J hendaknya menjadi pembelajaran bagi personel Polri lainnya.
Dari peristiwa itu, Bambang menuturkan, bahwa anggota polisi agar meletakkan kepatuhan kepada peraturan, bukan kepada perintah atasan.
Baca Juga: Kata Mahfud saat Jaksa Dianggap Gagal dalam Kasus Brigadir J: yang Dibaca Hakim Itu Konstruksi JPU
“Ini harus menjadi pelajaran semua personel Polri, dalam kondisi bukan perang, atau di medan operasi keamanan agar tegak lurus pada aturan bukan pada perintah atasan,” ujar Bambang.
Dalam sidang etik, kata Bambang, pilihan Richard Eliezer untuk patuh kepada atasannya dengan menjalankan perintah menembak rekannya sendiri merupakan bentuk ketidakprofesionalan.
Terlebih pada saat menjalankan perintah tersebut, Richard Eliezer bukan dalam situasi perang atau operasi keamanan.
Artinya, dalam kondisi normal menjalankan perintah atasan tanpa berpikir pada aturan tetap tidak bisa dibenarkan pada anggota Brimob sekalipun.
“Kita ingin membangun polisi yang profesional atau tidak? Kalau taat pada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi profesional,” katanya.
Baca Juga: Bharada E Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara, Ibunda Berterima Kasih ke Jokowi dan Kapolri
Bambang menekankan sidang etik terhadap Richard Eliezer harus segera dilaksanakan setelah vonis hakim diketok (diputuskan). Putusan etik itu nantinya merujuk kepada PP Nomor 1 Tahun 2003.
Apabila Richard Eliezer tidak dijatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) oleh komisi etik Polri, maka hal itu dapat menjadi preseden buruk.
Sebab, personel kepolisian yang melakukan tindak pidana bisa diterima sebagai anggota Polri hanya karena sekadar menerima perintah atasan.
Menurut Bambang, Richard Eleizer berpotensi terkena sanksi PTDH meskipun vonis yang diterimanya kurang dari dua tahun.
Baca Juga: Lucky Hakim Blak-blakan Bongkar Pendapatan Wabup Indramayu: Uang Makan Rp100 Juta, Gaji Rp200 Juta
Sebab, aturan tentang masa tahanan kurang atau lebih dari lima tahun hanya ada dalam peraturan kapolri (Perkap). Sementara dalam tata perundangan, peraturan pemerintah (PP) lebih tinggi dari perkap.
“Kalau perkap bertentangan dengan PP, otomatis pasal dalam perkap itu gugur dengan sendirinya,” ujar Bambang.
Meski demikian, Bambang mengatakan, perjuangan Richard Eliezer sebagai saksi pelaku tidak sia-sia. Richard Eliezer, kata dia, akan dicatat dalam sejarah kepolisian.
“Tak ada yang sia-sia. Perjuangan dia akan dicatat dalam sejarah sebagai tumbal atasannya,” ucap Bambang.
“Dan itu yang harus ditempuh. Publik harus bisa membedakan empati pada Eliezer sebagai manusia dengan upaya perbaikan institusi Polri.”
Baca Juga: Divonis 1 Tahun 6 Bulan, Hakim Sebut Richard Eliezer Terbukti Sengaja Hilangkan Nyawa Brigadir J
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV