Ketika Putri Candrawathi Sakit Hati Berujung Sang Suami Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati
Hukum | 14 Februari 2023, 11:09 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Motif pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J disebut bukanlah karena pelecehan seksual yang terjadi pada Putri Candrawathi.
Melainkan, karena Putri Candrawathi merasa sakit hati dengan sikap atau perbuatan korban Brigadir J yang merupakan ajudan suaminya, Ferdy Sambo.
Demikian hal itu terungkap dalam persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan agenda pembacaan putusan untuk terdakwa Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Baca Juga: Kamaruddin Simanjuntak Mengaku Sedih dan Menangis Ferdy Sambo Divonis Mati, Ini Alasannya
Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mengatakan bahwa pelecehan seksual yang diklaim oleh terdakwa Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan di persidangan.
Majelis hakim karena itu merasa tidak yakin dengan adanya peristiwa pelecehan seksual tersebut. Terlebih, tidak ada bukti pendukung yang mengarah bahwa Putri Candrawathi telah dilecehkan.
"Majelis hakim tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau bahkan perbuatan yang lebih dari itu kepada Putri Candrawathi," kata Hakim Wahyu dalam dalam persidangan pada Senin (13/2/2023).
Selain itu, Wahyu menambahkan, tidak ada fakta Putri Candrawathi mengalami gangguan berupa stres pasca-trauma akibat pelecehan seksual atau pun perkosaan yang dialaminya itu.
"Sehingga, motif yang lebih tepat menurut majelis hakim karena adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrawathi," tuturnya.
Lebih lanjut, hakim Wahyu menjelaskan, alasan yang membuatnya tidak yakin bahwa ada peristiwa pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi salah satunya karena pernyataan Ferdy Sambo.
Baca Juga: Jerit Ibunda Brigadir J usai Putri Candrawathi Divonis 20 Tahun Penjara: Ini Yosua yang Kau Bunuh!
Pernyataan Ferdy Sambo yang dimaksud adalah bahwa pelecehan seksual yang dialami istrinya Putri Candrawathi hanyalah ilusi. Ferdy Sambo menyampaikan hal itu kepada saksi Sugeng Putut Wicaksono.
Hakim Wahyu pun menuturkan keterangan saksi Sugeng tersebut menyatakan bahwa pada 21 Juli 2022 Ferdy Sambo beberapa kali menyebut bahwa pelecehan seksual di Magelang adalah ilusi.
"Hal tersebut saksi sampaikan karena setelah beberapa hari, tanggal pastinya saksi lupa, saksi Sugeng Putut Wicaksono beberapa kali diingatkan oleh terdakwa (Ferdy Sambo) bahwa cerita (pelecehan) di Magelang itu tidak ada. Itu hanya ilusi," kata Wahyu.
"Menimbang bahwa, berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum.”
Selain itu, majelis hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo ikut menembak ajudannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J hingga tewas.
Menurut majelis hakim, Ferdy Sambo menembak Brigadir J menggunakan senjata api jenis Glock. Saat melakukan penembakan itu, Ferdy Sambo memakai sarung tangan warna hitam.
Baca Juga: Ketika Hakim Tak Yakin Putri Candrawathi Dilecehkan Brigadir J karena Ferdy Sambo Bilang Hanya Ilusi
"Majelis Hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa telah melakukan penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan menggunakan senjata api jenis Glock, yang pada waktu itu dilakukan terdakwa dengan menggunakan sarung tangan," kata hakim Wahyu.
Hakim Wahyu menjelaskan pihaknya memperoleh keyakinan tersebut berdasarkan keterangan Ferdy Sambo yang menjelaskan momen sebelum ia menciptakan skenario tembak-menembak.
Serta kesaksian mantan ajudan Ferdy Sambo, Adzan Romer, yang menyatakan melihat Ferdy Sambo menjatuhkan senjata jenis HS yang kemudian dimasukkannya ke dalam saku celan bagian kanan pakaian dinas lapangan (PDL) dan mengenakan sarung tangan hitam.
Selain itu, keyakinan hakim juga diperkuat dengan kesaksian mantan Kasubnit 1 Reskrimum Polres Metro Jakarta Selatan Rifaizal Samual yang menyebut Ferdy Sambo membawa senjata api di dalam holster yang ada di pinggang sebelah kanan pada saat olah tempat kejadian perkara (TKP).
Terakhir, kesimpulan hakim Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J berdasarkan kesaksian Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
Setelah membacakan pertimbangannya itu, hakim Wahyu kemudian menjatuhkan vonis kepada mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dengan hukuman mati.
Baca Juga: Hakim Yakin Putri Candrawathi Mengetahui Rencana Pembunuhan Brigadir J, Keterangan Sambo Tertepis
Dalam putusannya, majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Adapun jaksa menuntut Ferdy Sambo penjara seumur hidup karena dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Selain itu, Ferdy Sambo juga terbukti terlibat dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J. Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum, melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati,” kata hakim Wahyu.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV