> >

Anggota Komisi III Sebut Justice Collaborator Sekadar Kosakata yang Belum Didalami Penegak Hukum

Hukum | 9 Februari 2023, 07:40 WIB
Trimedya Panjaitan, anggota Komisi III DPR RI, dalam Satu Meja The Forum, Rabu (8/2/2023) berpendapat justice collaborator saat ini hanya sekadar kosakata yang belum didalami aparat penegak hukum. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Trimedya Panjaitan berpendapat, justice collaborator saat ini hanya sekadar kosakata yang belum didalami oleh penegak hukum.

Pernyataan Trimedya tersebut disampaikan dalam dialog di Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (8/2/2023).

“Itu cuma kosakata yang sering kita sampaikan saja, tapi saya melihatnya belum didalami betul oleh para penegak hukum kita,” tuturnya.

Salah satu bukti bahwa penegak hukum belum mendalami tentang justice collaborator, kata Trimedya, terlihat pada kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Baca Juga: Jelang Vonis, Dukungan untuk Eliezer Terus Bertambah

Diketahui dalam kasus ini, Richard Eliezer selaku salah satu terdakwa yang berstatus sebagai justice collaborator dituntut 12 tahun pidana penjara, atau lebih tinggi dibandingkan tiga terdakwa lain.

“Buktinya, kejadian seperti ini.”

“Padahal kalau sejak awal juga ada koordinasi, termasuk LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) kepada kejaksaan, bagaimana mengawal kasus Sambo ini, tidak akan terjadi seperti ini,” kata dia.

Trimedya juga tidak sepenuhnya menyalahkan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) yang menyebut Richard Eliezer sebagai pelaku utama kasus ini.

Sebab, lanjut Trimedya, Jampidum mempunyai dasar hukum, yakni Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).

“Karena seperti kita dengar, Pak Jampidum dengan tegas mengatakan seperti itu, dan mengutip SEMA Nomor 4 tahun 2011 itu secara letterlijk seperti itu.”

“Orang hukum selalu berpikir soal dasar hukum, sering kali menomorduakan rasa keadilan masyarakat. Itu aja yang tidak bertemu dalam kasus ini,” tegasnya.

Oleh sebab itu, lanjut Trimedya, aturan tentang justice collaborator perlu dipertegas hingga ke digit atau jumlah tuntutan maupun hukuman.

“Misalnya, bila perlu, ancaman maksimal sekian, dia harus bisa dapat berapa. Dan itu juga harus diubah SEMA Nomor 4, supaya tidak jadi justifikasi bagi jaksa-jaksa di kemudian hari.”

“Sudah jelas Pak Jampidum dasarnya SEMA Nomor 4 tadi, memang disampaikan itu pelaku utama,” ulangnya.

Dalam dialog itu, Trimedya secara tegas menyatakan tidak sependapat dengan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, yang mengaku khawatir Jampidum tidak membaca surat tuntutan Eliezer.

“Saya tidak sependapat dengan pernyataan Pak Edwin, karena yang kami tahu, Kejaksaan concern sekali dengan kasus ini.”

“Kalau disampaikan tidak membaca tuntutan, mereka bolak-balik itu, kalau yang saya dengar mereka enam kali rapat,” tegasnya.

Sebelumnya, Edwin mengaku khawatir Jampidum Kejaksaan Agung tidak membaca tuntutan terhadap Richard Eliezer, terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Pernyataan Edwin tersebut disampaikan menanggapi pernyataan Jampidum Fadil Zumhana yang menyebut Richard Eliezer tidak bisa menjadi justice collaborator karena disebut sebagai pelaku utama pembunuhan Yosua.

“Saya khawatir Jampidum malah tidak baca tuntutannya ya. Kalau kita mendengar tuntutan, tidak ada penyebutan Eliezer sebagai pelaku utama,” kata Edwin dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (8/2/2023).

Baca Juga: Richard Eliezer Dapat Dukungan Guru Besar Universitas Ternama, Ronny: Ini Berkat Kejujurannya

Sementara, penjelasan Jampidum tentang status Richard Eliezer sebagai pelaku utama tersebut disampaikan pada 19 Januari 2023.

“Untuk pelaku, tidak bisa JC (justice collaborator), pelaku utama,” tuturnya.

 

 

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU