Singgung Mobilisasi, Gus Yahya: Ada Syahwat Jadikan NU Senjata Politik Menuju 2024
Politik | 25 Januari 2023, 15:11 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketum Pengurus Besar Nadlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan, menuju pemilu 2024 ada mobilisasi massa NU sebagai senjata politik menuju gelaran Pemilu 2024.
Bahkan, kata Gus Yahya, godaan yang ia sebut sebagai syahwat politik tersebut juga datang di internal organisasi NU sendiri.
Hal itu diungkap Gus Yahya dalam 'Partisipasi Ormas Dalam Pendidikan Pemilih Cerdas Untuk Mewujudkan Pemilu Berkualitas 2024' yang digelar Kemendagri, Rabu (25/1).
Awalnya Gus Yahya menjelaskan mengatasi politik identitas menjadi pekerjaan rumah semua pihak, seraya ingatkan bahaya politik identitas agar tidak lagi dijadikan untuk pemuas syahwat politik.
"Saya kira semua orang juga mengetahui, dan kami sendiri dalam kepemimpinan NU menyadari bahwa di dalam lingkungan NU sendiri kecenderungan politik identitas itu masih cukup kuat," kata Gus Yahya, Rabu, diikuti dari Youtube Dirjen Politik dan Pemerintahan Kemendagri.
"Terutama karena semangat atau dalam istilah yang lebih peyoratif, bisa dikatakan syahwat politik di lingkungan NU sangat besar," tambah Gus Yahya.
Baca Juga: Gus Yahya soal Pemilu Serentak 2024: Tak Ada Pertarungan Absolut, Rileks, Enggak Perlu Baper
Ia lantas menyinggung salah satunya terkait mobilisasi dalam syahwat itu mengatasnamakan NU, tapi tujuannya politik.
“Ada mobilisasi dukungan dengan identitas NU sebagai senjata," jelas eks juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut.
Bahaya Politik Identitas
Pengasuh PP Raudlatul Thalibin Rembang itu lantas menyebut, bahwa menjadikan NU sebagai senjata politik itu tidak elok dilakukan.
Apalagi, menjadikan identitas sebagai motivasi politik.
"Kami menyadarai ini bikan model dinamika politik yang baik. Karena identitas dijadikan motivasi politik," jelas dia.
Baca Juga: Cerita Gus Yahya Tegur Kader yang Pakai Kantor NU untuk Kampanye Presiden
Ia lantas menjelaskan alasan menyebut politik identitas sebegai hal buruk untuk pemilu 2024.
"Yang pertama ini bersifat irasional. Sehingga bersifat tribal atau kesukuan, dan menjadikan partisipan politik tidak lagi berpikir pertimbangan rasional, tapi berpikir tentang sentiment identitas yang irasional," jelas dia.
Di sisi lain, kata dia, karena pertarungan identitas, dialog yang rasional yang lebih damai juga cenderung terhambat.
"Karena satu sama lain ambil sisi kesukuan atau tribal, anggap pihak lain lawan absolut. Sehingga negosiasi pertukaran pemikiran jadi kurang dikedepankan," jelas dia.
Baca Juga: Gus Yahya soal Politik Identitas: Dorong Demokrasi yang Lebih Rasional, Bukan Latar Belakang Agama
Untuk itulah, kata Gus Yahya, untuk pemilu 2024 yang aman dan damai, harus semua pihak turun gunung, tidak serta merta omas yang diitugaskan.
Termasuk para parpol yang jadi aktor utama dalam pemilu 2024 mendatang.
"Ini butuh kerja sama kita semua, saya kira, termasuk yang terutama dengan partai-partai politik dan aktor-aktor yang terlibat dalam kompetisi, termasuk itu calon-calon," jelas dia.
"Apakah itu calon kepala daerah atau calon presiden/wakil presiden, untuk betul-betul membangun satu dinamika politik dengan menjauhi artikulasi-artikulasi politik identitas ini," tambah Gus Yahya.
#
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV