Penculik Anak Gunakan Modus Grooming Behaviour, Ini Tips Mencegahnya dari Pakar Psikologi Forensik
Kriminal | 3 Januari 2023, 19:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Modus yang sering digunakan oleh pelaku kejahatan terhadap anak, termasuk penculikan adalah grooming behaviour, seperti menawarkan perlindungan dan kehangatan.
Penjelasan tersebut disampaikan oleh pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amril dalam Kompas Petang, Kompas TV, Selasa (3/1/2023).
“Modus yang paling sering dipakai oleh pelaku kejahatan terhadap anak, termasuk pelaku penculikan, adalah grooming behaviour,” tuturnya.
Pelaku, kata dia, berupaya agar korbannya merasa mendapatkan perlindungan dan kehangatan, sehingga tidak merasa sedang diintimidasi.
Baca Juga: Rekaman CCTV Polisi Tangkap Pelaku Penculik Malika Di Wilayah Ciledug
“Menawarkan perlindungan, menawarkan kehangatan, sehingga anak-anak tidak merasa sedang diperdaya, anak-anak tidak merasa diintimidasi oleh orang yang sesungguhnya memiliki niat jahat kepada mereka.”
Reza kemudian memberikan tips yang dapat dilakukan untuk mencegah anak menjadi korban penculikan maupun tindak kejahatan anak lainnya.
Menurutnya, secara alamiah, anak memiliki intuisi atau semacam radar untuk menilai situasi yang membahayakan.
Hanya saja, terkadang orang tua yang justru memaksa anak untuk mau berhadapan dengan siapa pun.
“Sebetulnya bisa (melawan). Tapi, sayang beribu sayang, tidak sedikit orang tua yang memaksakan anak harus berhadapan dengan siapa pun, mau bersalaman dengan siapa pun.”
“Padahal, saya meyakini bahwa anak dititipi Tuhan sebuah radar, sebuah alat untuk memonitor situasi yang menurut dia mengancam, orang yang menurut dia membahayakan,” jelasnya.
Ia menegaskan, rasa takut, rasa malu, atau perasaan ingin berlari saat merasa ada ancaman merupakan sesuatu yang alami ada pada anak.
Baca Juga: Hilang 26 Hari, Malika Bocah 6 Tahun Ditemukan dengan Kondisi Selamat
“Tapi sekali lagi, perasaan yang alami semacam itu, reaksi natural semacam itu acapkali harus dikesampingkan agar anak kita dikenal sebagai anak yang pemberani, hangat, dan mudah akrab.”
“Jadi, saya kira kita perlu mengembalikan insting atau naluri penyelamatan diri yang sifatnya otonom pada diri si anak,” ucapnya.
Rasa malu, rasa takut, dan rasa ingin berlari, kata dia, bukan merupakan aib yang harus dihindari oleh si anak.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV