Soal Ide Masa Jabatan Presiden Tiga Periode, Saiful Mujani: Bagi Saya, Agak Makar
Rumah pemilu | 29 Desember 2022, 16:58 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, berpendapat ide memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode merupakan tindakan makar.
Isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode kembali muncul usai Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) pada 8 Desember 2022 lalu mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan kembali pelaksanaan pemilu pada 2024.
Bamsoet mengemukakan sejumlah alasan yaitu potensi memanasnya suhu politik, pemulihan akibat pandemi Covid-19, ancaman global dan bencana, serta tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Dalam siaran persnya yang diterima KOMPAS TV, Kamis (29/12/202), SMRC menyebut Bamsoet dan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti menyarankan Pemilu 2024 ditunda hingga 2027.
Opsi lain, membolehkan Jokowi untuk kembali mencalonkan diri yang mana hal ini akan mengubah konstitusi tentang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Baca Juga: Survei SMRC: 10 Persen Pemilih PDIP dari Masyarakat Mengaku Tak Puas dengan Kinerja Presiden Jokowi
Pasal 7 UUD 1945 menyatakan "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."
Artinya, presiden dan wakil presiden hanya boleh menjabat maksimal dua periode. Apabila ingin menambah periode atau menambah masa jabatan, maka akan mengubah konstitusi.
“Ide ini (penambahan kekuasaan tiga tahun), bagi saya, agak makar karena bertentangan dengan konstitusi yang jelas-jelas membatasi kekuasaan,” tegas Saiful melalui keterangan tertulis, Kamis.
Baca Juga: Survey SMRC: PDI Perjuangan Paling Banyak Dapat Dukungan dari Publik
Kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi juga tak dapat dijadikan alasan untuk memperpanjang kekuasaan atau masa jabatan presiden.
Pasalnya, hasil survei SMRC menunjukkan publik yang puas dengan kinerja jokowi menolak perubahan masa jabatan presiden.
Survei SMRC pada Mei 2021, September 2021, Maret 2022, dan Oktober 2022 menunjukkan, mayoritas publik ingin mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden hanya dua kali.
Dalam empat kali survei tersebut, rata-rata 77 persen publik ingin ketentuan itu dipertahankan. Sementara yang ingin mengubahnya hanya 13 persen.
Pada survei yang dilakukan pada Oktober 2022, sebanyak 59 persen masyarakat tidak setuju atau sangat tidak setuju jika Jokowi kembali mencalonkan diri menjadi presiden untuk ketiga kalinya.
“Bahwa konstitusi menyatakan hanya dua periode, ya itulah yang ditaati oleh masyarakat. Inilah yang disebut sebagai demokrasi konstitusional, bahwa demokrasi kita didasarkan pada konstitusi dan aturan-aturan yang berlaku,” jelas Saiful.
Baca Juga: Saiful Mujani Sebut PDI P Lebih Baik Usung Ganjar Dibandingkan Puan, Ini Analisisnya
Guru besar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu juga menyebutkan, wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang diucapkan oleh elite politik menunjukkan aspirasi publik mulai diabaikan.
“Itu adalah jalan menuju otoritarianisme,” kata Saiful.
Oleh karena itu, Saiful Mujani mengimbau masyarakat untuk waspada dan tetap memiliki komitmen pada demokrasi konstitusional.
Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV