> >

Ketika Jaksa Pertanyakan Moral Bharada E: Rajin Ibadah, tapi Tembak Yosua hingga Meninggal

Hukum | 27 Desember 2022, 05:35 WIB
Richard Eliezer tiba di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menjalani sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir J, Selasa (18/10/2022). (Sumber: KOMPAS/IVAN DWI KURNIA PUTRA)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Jaksa penuntut umum (JPU) mempertanyakan moral terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (26/12/2022).

Sebab, kata jaksa, Bharada E disebut taat dalam beribadah, namun nyatanya tetap menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J hingga meninggal dunia.

Baca Juga: 3 Ahli Dihadirkan untuk Meringankan Bharada E, Salah Satunya Romo Magnis Suseno

Demikian hal itu disampaikan jaksa kepada Guru Besar Filsafat Moral, Romo Magnis Suseno, selaku saksi ahli yang meringankan Bharada E dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J tersebut.

"Terdakwa ini orang yang sangat rajin dalam melaksanakan kegiatan spritualnya. Dalam fakta persidangan dari awal hingga sekarang ini tidak ada dendam pribadi antara terdakwa dengan korban (Brigadir J), tetapi terdakwa ini melakukan penembakan hingga korban meninggal dunia," kata jaksa.

Setelah itu, jaksa membacakan potongan ayat dalam Surat Matius yang ada di kitab Injil. Dalam Ayat itu, disebutkan bahwa seorang umat dilarang membunuh umat lainnya.

"Dalam Matius 5 Ayat 21 A 'kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita. Jangan membunuh, siapa membunuh harus dihukum'," kata jaksa.

Baca Juga: CCTV Rumah Ferdy Sambo Ungkap Richard Eliezer Bawa Senjata Laras Panjang saat Tiba dari Magelang

"Harusnya, kalau menurut pendapat tadi bahwa dia orangnya yang rajin atau yang taat dalam spritual, harusnya dia tahu Ayat ini. Tolong dijelaskan Prof."

Menanggapi penjelasan Jaksa, Romo Magnis menjelaskan, dalam agama memang tidak pernah diajarkan dan diperbolehkan seorang umat membunuh umat yang lain.

Namun, Romo Magnis menilai, dalam peristiwa penembakan Brigadir J, perbuatan yang dilakukan Bharada E semata-mata hanya menuruti perintah atasannya, Ferdy Sambo.

"Cukup jelas motivasi perbuatan itu bukan suatu motivasi pribadi sama sekali, tetapi pelaksanaan perintah dari yang berhak memberi perintah, di mana seharusnya dia (pemberi perintah) tahu perintah itu tidak (untuk) dilaksanakan," ujar Romo Magnis.

Baca Juga: Kuat Maruf Mengaku Lihat Bharada E Masih Terus Tembak Brigadir J Saat Korban Sudah Jatuh Tengkurap

Menurut Romo Magnis, tindakan Bharada E yang menembak Brigadir J hingga tewas lantaran tengah berada dalam posisi tertekan.

Selain itu, ia berpandangan bahwa Bharada E juga dalam posisi kebingungan. Sebab, ia diperintah oleh Ferdy Sambo yang mempunyai kewenangan untuk memberikan perintah.

"Di dalam situasi di bawah pressure-nya dia (Bharada E) juga tidak akan memikirkan sikap Yesus yang dikatakan Yesus tadi,” ujar Romo Magnis. 

“Dia hanya 'Aku harus melakukan apa?' Saya (Bharada E diperintah) oleh orang yang di atas kuasa, (Ferdy Sambo) suruh itu (menembak), lalu dia tembak.”

Baca Juga: Ternyata Diam-diam Bharada E Tak Suka dengan Sikap Brigadir J karena Hal Ini

Dalam kasus ini, Richard Eliezer didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Berdasarkan dakwaan jaksa, Richard Eliezer menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat Kadiv Propam Polri.

Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang pada 7 Juli 2022.

Karena informasi itu, Ferdy Sambo kemudian marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard, Ricky, dan Kuat di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Baca Juga: Ferdy Sambo: Saya akan Tanggung Jawab Kalau Perintah Hajar Diterjemahkan Tembak oleh Bharada E

Akibat Brigadir J tewas, Ferdy Sambo, Putri, Richard, Ricky dan Kuat didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Kelima terdakwa tersebut terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. 

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU