Jika Ferdy Sambo cs Lolos Tes Poligraf, Analisis Pupil Mata Disebut Bisa Jadi Alternatif Pembuktian
Peristiwa | 16 Desember 2022, 09:58 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Kadiv Humas Polri, Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan menyebutkan, jika para terdakwa kekeuh dan lolos dalam lie detector seperti poligraf, maka sebaiknya tes tidak hanya dilakukan hanya sekali dalam kasus pembuktian pembunuhan Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Menurut dia, untuk pembuktian, bisa juga dilakukan dengan menggunakan analisis pupil mata.
Analisis pupil mata itu untuk membuktikan, apakah para terdakwa seperti Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal sampai Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) berbohong ataupun jujur.
"Sebetulnya tidak cukup sekali lie detector digunakan, langsung percaya," papar Anton Charliyan, Jumat (16/12/2022) dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV.
"Kalau saya di sini simpulkan, ini masalah tembak, antara perintah hajar dan tembak. Kemudian masalah motif. Jadi sangat penting, betul ada pelecehan? Ini pertanyaan bisa diulang-ulang. Apakah hanya lie detector?" jelas Anton.
Baca Juga: Kondisi Kesehatan Putri Pengaruhi Hasil Poligraf, Pengacara: Eliezer Kurang Istirahat Hasilnya Jujur
"Harus juga diikuti dengan metode yang lain. Misalkan, pembuktian dengan pupil mata," sambung Mantan Kapolda Jawa Barat tersebut.
Ia cerita, dalam sebuah kasus yang pernah ia tangani, tersangka dalam pembuktian kasus, pelaku tersebut kekeuh dengan jawaban dia dan lolos dari hasil lie detector poligraf.
"Saya coba mencari metode lain. Salah satunya pupil mata. Ketika saya periksa, lewat pandangan mata saya, ketika saya perhatikan, matanya besar saat bohong," kata pensiunan jenderal polisi bintang dua itu.
"Kalau bohong pupil membesar, itu kelihatan," paparnya.
Baca Juga: Kriminolog UI Urai Arti Minus 25 serta Minus 8 Poligraf Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi
Selain itu, ungkap Anton, penyidik untuk sebuah kasus juga menggunakan ahli gestur dan hipnoterapi untuk gali kebenaran dan ungkap kebohongan dalam sebuah kasus.
"Yang lain juga saya gunakan ahli gestur. Itu di belakang layar tapi ya. Ini bergerak mata-mata ke kanan, jarinya juga. Ada satu lagi, hipnoterapi. Walaupun ini tidak bisa dijadikan alat pembuktian ya, tapi menambah keyakinan penyidik," paparnya.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV