> >

Aktivis Perempuan Sebut Kemungkinan Putri Candrawathi Jadi Otak di Balik Pembunuhan Brigadir J

Hukum | 16 Desember 2022, 06:25 WIB
Terdakwa Putri Candrawathi menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (8/11/2022). (Sumber: Antara)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Aktivis pembela hak perempuan Ratna Batara Munti menyebut adanya potensi Putri Candrawathi sebagai otak di balik pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Sebagaimana ia sampaikan via program Rosi di KOMPAS TV, Ratna menegaskan, tak semua perempuan lemah.

"Bisa jadi dia (Putri-red) malah otak di balik semua. Kita nggak bisa memukul rata semua perempuan lemah, itu justru pandangan yang sangat bias gender," kata Ratna, Kamis (15/12/2022).

"Stereotipe bahwa perempuan itu lemah, perempuan itu nggak mungkin jadi otak atau dalang kejahatan, itu pandangan keliru," tegas dia.

Baca Juga: Putri Candrawathi Tak Dibela Aktivis Perempuan meski Mengaku Diperkosa Brigadir J, Ini Alasannya

Kemungkinan tersebut muncul selepas terkuaknya fakta-fakta di persidangan yang menunjukkan Putri aktif dalam perencanaan pembunuhan.

Sebagai contoh, Putri meminta ajudannya 'beres-beres' usai Brigadir J dibunuh, seperti penuturan Richard Eliezer di persidangan.

"Jangan kita menganggap bahwa pro-perempuan, lalu kita sebenarnya memberi stigma bahwa perempuan tidak punya kemampuan dan kekuatan untuk menjadi otak," kata Ratna.

Berdasar pengakuan saksi dalam sidang, Ratna menilai, "ada peran Brigadir J yang jauh lebih signifikan daripada sekadar sopir, dan itu coba ditutupi di awal dengan mengatakan dia hanya driver."

"Harusnya itu bisa dipakai untuk menggiring, membongkar motif apa, dan apa masalah Brigadir J yang berat, sehingga dia harus dibunuh," tegasnya.

Baca Juga: Tanggapan Sambo soal Poligraf Putri disebut Lucu oleh Pengacara Brigadir J

Menurut Ratna, apabila Brigadir J bersalah, seharusnya Putri dan Ferdy Sambo selaku keluarga penegak hukum segera memprosesnya, bukan malah mengeksekusinya.

"Eksekusi itu tujuannya hanya membungkam, kalau dia pelaku kan bisa diproses, bisa dengan hukuman seberat-beratnya," kata aktivis Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) itu.

Ratna menilai, ada potensi penggunaan motif kekerasan seksual, sembari memanfaatkan konstruksi gender di masyarakat, untuk membenarkan tindakan pembunuhan Brigadir J.

"Kan kesannya seperti itu yang coba disampaikan (ada perkosaan, lalu dibunuh -red), sehingga masyarakat yang memang budayanya patriarki langsung termakan," terang Ratna.

 

 

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU