Aktivis Perempuan Ragukan Pengakuan Putri Candrawathi soal Adanya Kekerasan Seksual, Ini Alasannya
Hukum | 14 Desember 2022, 22:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Aktivis perempuan Nursyahbani Katjasungkana, yang merupakan Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK Indonesia meragukan adanya kejadian pelecehan seksual yang menimpa Putri Candrawathi oleh Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Nursyahbani mengatakan, kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua tidak bisa dilihat sepotong-sepotong.
Hal itu disampaikannya menjawab pertanyaan pembawa acara, jurnalis senior Budiman Tanuredjo, yang menanyakan tanggapannya tentang cerita Putri mengenai adanya kekerasan seksual.
“Ini kan tidak bisa lihat sepotong, ya,” jelasnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (14/12/2022).
“Harus dalam konteks keseluruhan kasus pembunuhan terhadap Yosua, di mana ada skenario awal yang dianggap gagal, karena itu tadi, di-SP3 kan," sebutnya merujuk Surat Perintah Penghentian Penyidikan Polri, "yaitu pelecehan seksual sebagai motif.”
Baca Juga: Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Sebut Putri Candrawathi Berangan-angan Diperkosa oleh Anak Kliennya
Kemudian, lanjut dia, cerita tentang kekerasan seksual tersebut beralih modusnya ke Magelang.
“Nah, pemeriksaan yang saat ini dilakukan terhadap PC dengan sidang tertutup, itu kan pemeriksaan bukan sebagai korban, tapi dalam konteks terdakwa.”
Ia menegaskan, beberapa waktu yang lalu ia sempat menyebut bahwa ada obstruction of justice atau perintangan penyidikan dalam kasus Yosua, dan Putri menjadi bagian dari obstruction of justice itu.
“Saya memang meragukan pelecehan seksual itu,” tekannya.
“Jadi karena, pertama, ada kebohongan itu, yang merupakan obstruction of justice, dan kemudian dibangun argumen baru, yang dikatakan tadi ada dua orang saksi, tapi saksi-saksi itu adalah orang yang dibayar,” urainya.
Sebelumnya, dalam acara yang sama, Febri Diansyah, kuasa hukum Putri Candrawathi, menyebut pihaknya memiliki sejumlah bukti tentang adanya dugaan kekerasan seksual terhadap Putri.
Febri mengatakan, dalam rangkaian peristiwa pidana dugaan pembunuhan atau pembunuhan berencana ini, ada satu peristiwa yang diidentifikasi terjadi pada tanggal 7 Juli 2022.
“Yang kami temukan adalah ada empat bukti dugaan kekerasan seksual,” tuturnya.
“Empat bukti ini mulai dari keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat hasil pemeriksaan psikologi forensik yang dilakukan oleh ahli,” tuturnya.
Hasil pemeriksaan itu, kata Febri, merupakan permintaan dari penyidik Mabes Polri.
“Dan yang keempat, ada yang disebut bukti petunjuk, dalam konteks ini adalah circumstantial evidence (bukti tidak langsung).”
Ia mengatakan, pihaknya memiliki dua saksi yang melihat kondisi Putri usai dugaan pelecehan seksual.
“Jadi, pascaperistiwa dugaan kekerasan seksual itu, dua saksi itu melihat Bu Putri dalam keadaan setengah pingsan,” kata Febry.
“Waktu itu Kuat Ma’ruf mengatakan Bu Putri tertutup matanya, tapi semuanya berantakan. Susi juga melihat sebagai ART pada saat itu.”
Baca Juga: Bharada E Ragukan Keterangan Ahli Balistik, Pengacara: Anda Tidak Memeriksa TKP Langsung, Betul?
Ia mengakui bahwa tidak ada saksi yang melihat peristiwa yang terjadi di dalam kamar, namun mereka melihat ada dampak kekerasan yang dilihat di luar kamar.
“Kalau yang terjadi di kamar, kita tidak bisa punya saksi yang lain. Yang ada saat ini hanya keterangan Bu Putri, karena yang tahu kan hanya dua orang pada saat itu,” ujarnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV