> >

Wakil Ketua MPR Minta Asing Tak Intervensi soal KUHP Indonesia

Politik | 12 Desember 2022, 18:18 WIB
Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) di DPR, Jakarta, Jumat (20/12/2019). HNW memprotes libur maulid 2021 yang diputuskan pemerintah (Sumber: KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI )

JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta pihak asing untuk tak ikut campur memprotes aturan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan oleh DPR dan Pemerintah.

Hal ini menanggapi pernyataan Duta Besar Amerika Serikat (Dubes AS) Sun Yong Kim yang mengkritik keras larangan zina atau kumpul kebo dan LGBT dalam KUHP.

Politikus PKS ini mengimbau agar Dubes AS menghormati kedaulatan Indonesia dan tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia apalagi bila itu intervensi atas kedaulatan hukum Indonesia.

Baca Juga: Kemlu RI Sentil Perwakilan PBB Terkait Pernyataan KUHP Baru: Ada Adab yang Berlaku dalam Diplomasi

“Mestinya Dubes AS masih ingat, Indonesia negara demokrasi, berdaulat dan negara hukum yang konstitusinya mengatur hak asasi manusia (HAM) dengan jelas. Jadi, seharusnya Dubes AS melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai Duta Besar dan karenanya menghormati negara di mana dia bertugas," kata Hidayat dalam keterangannya, Senin (12/12/2022).

Hidayat mengatakan, konstitusi yang berlaku di Indonesia menghadirkan ketentuan yang spesifik terkait Agama dan HAM, dinyatakan di Pasal 29, juga Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945 yang secara tegas menyebutkan bahwa terdapat batasan-batasan HAM yang berlaku di Indonesia, salah satunya adalah nilai-nilai agama.

“Ketentuan larangan berbagai bentuk zina atau kumpul kebo atau laku LGBT yang disepakati oleh Pemerintah dan seluruh Fraksi di DPR tanpa kecuali itu, antara lain merupakan wujud dari pelaksanaan Pasal 28J ayat (2) tersebut,” ujarnya.

Anggota Komisi VIII DPR ini menambahkan, Dubes AS untuk RI seharusnya menghormati dan tidak mengintervensi, apalagi menakuti-nakuti dengan isu investasi. Menurutnya, setiap negara memiliki kedaulatannya sendiri dan akan melaksanakan atau memproteksi secara konstitusional nilai apa yang diyakni oleh masyarakatnya.

“Contohnya Rusia yang membuat UU melarang LGBT. Apakah AS juga mengkritik keras kebijakan Putin yang sahkan UU Anti LGBT, dan menakut-nakutinya dengan isu HAM dan investasi?” ujarnya.

Ia menyatakan, sudah tidak zamannya lagi pemaksaan nilai kepada negara lain, seperti yang dilakukan oleh AS. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan imperialisme HAM yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan penerapan HAM yang perlu dilakukan melihat aspek lokalitas.

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU