Soal Kasus Dugaan Pemerkosaan Paspampres-Kowad, JPHPKKS Tuntut TNI Jalankan Mandat UU TPKS
Kriminal | 12 Desember 2022, 15:09 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual (JPHPKKS) menuntut pimpinan dan institusi TNI untuk menjalankan mandat pada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh anggota Paspampres Mayor (Inf) BF terhadap Letda Caj (K) GER.
Saat ini, kasus tersebut berubah menjadi tindakan asusila melalui hasil pemeriksaan awal penyidik Polisi Militer atau Puspom TNI.
Baca Juga: Perwira Paspampres Perkosa Kowad Terancam Dipecat, Moeldoko: Aturan di TNI Tegas Tidak Ada Toleransi
Mayor (Inf) BF yang mulanya dijerat sanksi pidana Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan, kini setelah kasusnya berubah menjadi asusila dijerat dengan Pasal 281 KUHP tentang Tindak Pidana Asusila.
“Penggunaan KUHP dalam penanganan kasus ini menunjukkan belum digunakannya UU TPKS,” kata pihak JPHPKKS melalui keterangan tertulis kepada Kompas TV, Senin (12/12/2022).
Pihak JPHPKKS menilai bahwa dalam menyelidiki kasus tersebut, TNI harus memberlakukan ketentuan yang ada di UU TPKS, seperti menelisik dugaan adanya relasi kuasa dan relasi laki-laki ke perempuan.
Kemudian, menerapkan prinsip-prinsip dan pedoman “perempuan yang berhadapan dengan hukum” sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
Baca Juga: Fakta-fakta Dugaan Mayor Paspampres Perkosa Prajurit Wanita, Terjadi di Bali November 2022
Pihak yang terlihat dalam pengusutan perkara ini juga harus memenuhi persyaratan kompetensi penanganan korban dengan perspektif hak asasi dan sensitivitas gender, serta telah mengikuti pelatihan penanganan perkara TPKS, termasuk aparat Puspom TNI, penyidik, penuntut, dan hakim.
Puspom TNI juga wajib menerima laporan korban di ruang pelayanan khusus (UPTD PPA) dan harus menjamin kerahasiaan korban, serta memenuhi hak korban, baik dalam penanganan, perlindungan, dan pemulihan.
Tak hanya menuntut TNI untuk memberlakukan ketentuan yang ada di UU TPKS, pihak JPHPKKS juga melampirkan beberapa desakan, di antaranya:
1. Kepada Pimpinan dan Institusi TNI
- POM TNI dalam melakukan pemeriksaan terhadap Letda GER menggunakan analisis gender dan analisis sosial sebelum menentukan sebagai korban atau pelaku;
- POM TNI agar mematuhi ketentuan UU TPKS sejak menerima laporan Korban TPKS, dimana Polisi Militer mempunyai kewajiban berkoordinasi dengan pendamping korban, berkoordinasi dengan pendamping seperti LPSK, layanan pendamping berbasis masyarakat dan/atau Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan saksi dan/atau korban, KemenPPPA sebagai penyelenggara Pelayanan Terpadu tingkat Pusat;
- Bahwa kondisi korban dalam memberikan keterangan, ada masa emasnya. Saat dipercaya dan didukung, jadi TNI jangan sia-siakan.
- TNI memastikan bahwa proses penanganan kasus ini menjamin asas transparansi dan akuntabilitas sejalan dengan arah reform TNI dan Equity Gender.
Baca Juga: Panglima TNI Ungkap Kasus Paspampres dengan Prajurit Wanita Bukan Pemerkosaan, tapi Suka Sama Suka
2. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
- Melakukan asesmen kebutuhan, dan memberikan perlindungan saksi dan/atau korban Letda Caj GER.
3. Kementerian Peemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak:
- Segera memberikan pendampingan sebagaimana mandat UU TPKS
- Berkoordinasi dengan pendamping lainnya, termasuk layanan berbasis masyarakat agar dapat memberikan penguatan kepada Letda Caj GER dan pemulihan.
4. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan):
- Melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap penanganan kasus guna upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
Baca Juga: Perwira Paspampres Diduga Perkosa Prajurit Kostrad di Bali, Terjadi saat Pengamanan KTT G20
5. Masyarakat dan Media:
- Masyarakat dan Media agar menahan diri untuk tidak memberikan stigma – stigma kepada letda Caj GER yang dapat memperdalam diskriminasi dan viktimisasi atas laporan yang telah dibuat.
- Memberikan dukungan bagi pemulihan dalam menghadapi proses hukum.
Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV