> >

Purnawirawan TNI Terdakwa Pelanggaran HAM Berat Paniai Divonis Bebas, Hakim Sempat Beda Pendapat

Hukum | 9 Desember 2022, 07:00 WIB
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar memvonis bebas terdakwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat Paniai, di Papua, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu, Kamis (8/12/2022). (Sumber: KOMPAS.COM/HENDRA CIPTO)

MAKASSAR, KOMPAS.TV - Majelis hakim Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) memvonis bebas Purnawirawan TNI Isak Sattu, terdakwa tunggal kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua pada 7-8 Desember 2014.

Hakim Ketua Pengadilan HAM Sutisna Sawati mengatakan vonis bebas terhadap Isak Sattu diberikan karena terdakwa tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM berat.

Baca Juga: Terdakwa Pelanggaran HAM Berat Paniai dituntut 10 Tahun Penjara

"Mengadili. Satu, menyatakan terdakwa Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu dan kedua," kata Sutisna saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8/12/2022).

Kedua, membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum. Ketiga, memberikan hak-hak terdakwa pemulihan nama baik dan pengembalian harkat serta martabatnya.

Keempat menetapkan barang bukti yang ada tidak berlaku lagi. Kelima, membebankan biaya perkara pada negara.

Majelis Hakim juga menyampaikan, baik terdakwa maupun penuntut umum punya hak menerima atau tidak menerima, maka dapat melakukan upaya banding, kasasi, atau pikir-pikir.

Baca Juga: Sidang Dugaan Pelanggaran Ham Berat Paniai , Majelis Hakim Periksa Tiga Saksi

Adapun sidang tersebut berlangsung selama 3 jam. Dalam hal ini, majelis hakim membacakan putusan setebal 100 halaman dengan pertimbangan-pertimbangan secara bergiliran.

Dalam putusannya, terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat) antara dua dari lima hakim yang menyidangkan kasus tersebut.

Masing-masing dua hakim karier Sutisna Sawati dan Abdul Rahman Karim, dan tiga hakim ad hoc, yakni Siti Noor Laila, Robert Pasaribu, dan Sofi Rahma Dewi.

 

Dua hakim menyampaikan, bahwa saat kejadian pada 8 Desember terdakwa berstatus perwira penghubung bertugas di Kodim 1705/Paniai sesuai dengan dakwaan kesatu, tidak ada pengendalian secara patut serta memenuhi salah satu unsur pembunuhan, dan terjadi pola kekerasan.

Baca Juga: Kejaksaan Agung Limpahkan Berkas Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Papua ke Pengadilan Makassar

Tiga hakim lainnya pertimbangan unsur komando militer sebab sebagai seorang komandan militer tertinggi kala itu pada dakwaan kesatu sebagaimana yang dipertimbangkan dalam unsur komandan militer, serta dakwaan kedua unsur komandan militer tidak terpenuhi.

Sebelumnya, Isak Sattu dituntut 10 tahun penjara oleh penuntut umum dalam kasus pelanggaran HAM di Kabupaten Paniai, Papua.

Atas dakwaan pertama Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

Dakwaan kedua, Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo. Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Baca Juga: Kejagung Tetapkan Seorang Purnawirawan TNI sebagai Tersangka Kasus Pelanggaran HAM di Paniai Papua

Kejadian tersebut terkait dengan pembubaran unjuk rasa oleh personel militer dan aparat kepolisian atas protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada tanggal 8 Desember 2014 atas dugaan pemukulan warga oleh aparat pada tanggal 7 Desember 2014.

Aparat melakukan pembubaran paksa dengan menembakkan peluru tajam kepada ratusan peserta aksi saat menyerang kantor koramil setempat.

Dalam kejadian itu, empat orang tewas antara lain Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo, dan Simon Degei,serta 10 orang terluka.

Baca Juga: Kejagung Masih Kumpulkan Bukti Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Paniai

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU