Berkaca pada Kesuksesan KTT G20, Luhut Berharap Indonesia Punya Lembaga Khusus 'Pawang Hujan'
Politik | 26 November 2022, 06:47 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan berharap Indonesia dapat memiliki lembaga khusus yang menangani modifikasi cuaca.
Hal ini berkaca pada keberhasilan tim 'pawang hujan' yang merekayasa cuaca agar jamuan makan malam atau gala dinner KTT G20 yang digelar di Garuda Wisnu Kencana (GWK), Selasa (15/11/2022) pekan lalu, berlangsung lancar.
Luhut menjelaskan sejak awal memang ada tim yang dibentuk untuk merekayasa cuaca. Hal ini dilakukan agar tiap agenda KTT G20 khususnya yang digelar di ruang terbuka, berjalan lancar dan tidak terkendala hujan.
Namun tim 'pawang hujan' ini bukan bekerja melalui ritual, melainkan berbasis sains dan teknologi. Sosok yang berpengaruh pada tim ini adalah Dr Tri Handoko Seto, pakar teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Baca Juga: Luhut: Jika Anda Pikir Indonesia Masih Seperti 8 Tahun Lalu, Lupakan!
Selain Tri Handoko, tim khusus ini juga diisi para ahli di bidang cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan TNI AU.
Pada Kamis (24/11/2022), Luhut mengundang tim khusus modifikasi cuaca ini ke kantornya untuk mengucapkan terima kasih atas kerja keras yang membuat harum nama Indonesia.
Pada kesempatan itu, Luhut berdiskusi soal seberapa besar manfaat modifikasi cuaca ke depan bagi Indonesia dengan Tri Handoko.
Menurut Tri Handoko, teknologi modifikasi cuaca bisa dimanfaatkan secara berkesinambungan. Semisal untuk membuat hujan buatan, mengairi waduk sebelum musim kemarau tiba, mengantisipasi kekeringan hingga irigasi pertanian.
Baca Juga: Tidak Pakai Pawang Hujan saat KTT G20, Jokowi: Kita Ilmiah Sekali, Kita Pakai Modifikasi Cuaca
"Beliau jawab bisa, tapi syaratnya harus all out, baik dari sisi anggaran, regulasi di mana pesawat yang digunakan tidak boleh terbang di malam hari dan lain-lain," tulisnya dalam unggahan lewat akun Instagram pribadinya, Kamis (24/11/2022).
Luhut menjelaskan, dalam pemaparan tim khusus ini, ada sebelas penerbangan yang membawa 29 ton garam untuk modifikasi cuaca agar jamuan makan malam KTT G20 berjalan lancar dan tidak terkendala hujan.
Dengan data BMKG, empat pesawat TNI AU bergerak ke titik yang berpotensi hujan dan selanjutnya menabur garam untuk memodifikasi cuaca.
Baca Juga: Jauh Lebih Mahal Daripada Bayaran Mbak Rara, Segini Biaya Jasa Pawang Hujan di Luar Negeri
Butuh kecermatan dan perhitungan matang untuk mengetahui ketebalan awan dan berapa jumlah garam yang harus ditabur. Ini semua, kata Luhut, diperlukan agar hujan tidak menyebar.
Mendengar seluruh pemaparan dan diskusi membuat Luhut sadar pentingnya lembaga yang secara khusus mengembangkan teknologi modifikasi cuaca untuk kepentingan bangsa.
Apalagi jika melihat mata anggaran di beberapa kegiatan pemerintah, Luhut mengatakan, tim khusus TMC mendapat porsi anggaran yang paling kecil, padahal peranannya sangat penting.
"Saya sampai pada satu kesimpulan bahwa sains dan teknologi sebesar ini perlu lembaga khusus yang menaungi teknologi modifikasi cuaca. Karena saya dengar dari pemaparan beliau (Tri Handoko, red), negara lain seperti Thailand punya lembaga khusus TMC dengan pertangungjawaban kepada Raja," ujar Luhut.
"Sebagai manusia tugas kita hanya bekerja, hasilnya bukan kuasa kita. Semoga ke depan bangsa Indonesia bisa semakin menguasai teknologi ini," sambungnya.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV