Kisah Bung Karno yang Berwasiat agar ketika Wafat Dibungkus dengan Bendera Muhammadiyah
Muktamar muhammadiyah | 19 November 2022, 07:24 WIBMenurut Haedar, Bung Karno tertarik dengan Muhammadiyah sedari kecil. Ia jadi kader sejak tahun 1930 dan pernah jadi pengurus di Majelis Pendidikan dan Menengah di Bengkulu.
Beberapa tahun sebelum diasingkan ke Bengkulu, menurut Prof. Haedar, Soekarno sudah jadi kader Muhammadiyah.
“Sejak menimba ilmu dan mengajar di rumah HOS Cokroaminoto, Bung Karno tertarik pada pikiran-pikiran Kyai Dahlan yang menghadirkan kemajuan. Setelah itu, Bung Karno resmi menjadi anggota Muhammadiyah,” tuturnya.
Ketika dalam pengasingan di Bengkulu tahun 1938, Bung Karno kian getol mempelajari Muhammadiyah dan gerakan Islam progresif yang dibawa organisasi Islam yang berdiri sejak tahun 1918 itu.
Baca Juga: Kisah Soekarno di Ende: Rajin Kirim Surat dengan Tokoh Islam, Diminta Jadi Guru Muhammadiyah
Jadi Guru Muhammadiyah
Ramadhan KH, penulis biografi Inggit Garnasih istri Bung Karno, dalam buku Kuantar Kau ke Gerbang (Mizan, 2014: Hal.319) menuliskan kisah Soekarno menjadi guru saat diasingkan ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ramadhan menceritakan ketika Inggit dan Bung Karno kedatangan seorang tamu dari Muhammadiyah di Ende. Tamu itu bernama Hasan Din.
“Kami tahu Bung Karno selama di Ende telah mengadakan hubungan erat dengan Persatuan Islam di Bandung dan kami pun mendengar bahwa Bung Karno sepaham dengan Ahmad Hassan, guru yang cerdas itu. Apakah Bung Bersedia pula membantu kami sebagai guru?” kata Hasan Din, dikutip Ramadhan KH pada halaman 368.
Di Ende, saat itu, terdapat beberapa sekolah, termasuk sekolah berbasis Muhammadiyah.
“Saya anggap permintaan ini sebagai rahmat,“ jawab Bung Karno.
Bung Karno pun akhirnya menjadi guru Muhammadiyah di pengasingannya.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV