Maarif Institute Gelar Muktamar, Rawat Nilai Kemanusiaan dan Toleransi Buya Syafii Bagi Indonesia
Peristiwa | 13 November 2022, 08:50 WIBSOLO, KOMPAS.TV – Maarif Institute menggelar muktamar bertajuk Pemikiran Ahmad Syafii Maarif: Islam, Kebhinekaan dan Keadilan Sosial, pada Sabtu (12/11/2022), di Surakarta, Jawa Tengah.
Setidaknya ada seratus pemuda yang menjadi peserta muktamar tersebut dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Para pemuda itu terdiri dari peserta Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan (SKK) Ahmad Syafii Maarif (ASM) periode tahun 2022, alumni SKK ASM, Peneliti Muda alumni program Maarif Fellowship, kader intelektual dan aktivis lintas agama serta intelektual, serta aktivis dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam.
Mereka mengikuti empat sesi muktamar yang membahas berbagai tema, mulai dari inklusivitas hingga tantangan intoleransi dan politik identitas di Indonesia.
Sebanyak 12 pembicara menyampaikan materi tentang toleransi dan nilai kemanusiaan dari pemikiran cendekiawan muslim Ahmad Syafii yang akrab disapa Buya Syafii.
Salah satu pembicara yang merupakan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Profesor Amin Abdullah menuturkan, sosok Buya Syafii harus menjadi inspirasi bagi anak-anak muda, sebab tantangan hari ini jauh lebih kompleks dan mendesak, misalnya konservatisme dalam dunia Pendidikan Islam.
“Munculnya praktik konservatisme dan intoleransi di Indonesia, di antaranya kurangnya tradisi literasi di kalangan masyarakat muslim Indonesia. Kedua, disebabkan pemahaman akan anti filsafat, dan ketiga penggunaan dan pendekatan terhadap pemahaman teks keagamaan yang tidak kaya sehingga mendistorsi dari makna dan substansi dari beragama itu sendiri,” jelas Prof. Amin, Sabtu (12/11) berdasarkan keterangan tertulis yang diterima KOMPAS.TV.
Baca Juga: Tepat di Hari Pahlawan, Muhammadiyah Resmikan "Serambi Buya Syafii Maarif"
Pembicara lainnya, Romo Greg Soetomo, menyatakan bahwa Buya Syafii menjiwai Islam sebagai agama yang senantiasa bersentuhan dengan realitas dan konteks masyarakat yang sedang berkembang.
Tokoh Muhammadiyah itu, kata dia, memandang Islam bukan sebagai ajaran spiritual yang serba abstrak dan melulu hanya bicara tentang langit.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV