Pemilu 2024 Masuk 10 Isu Strategis Bahasan Muktamar ke-48 Aisyiyah,
Agama | 2 November 2022, 16:18 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini mengatakan akan ada sepuluh isu strategis yang dibahas dalam Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah pada November 2022 mendatang.
Noordjannah menjelaskan bahwa isu strategis adalah isu-isu yang harus segera direspons dan dampaknya luas terhadap masyarakat.
Nantinya isu-isu strategis ini juga menjadi bagian dari rekomendasi ‘Aisyiyah kepada pemerintah.
“‘Aisyiyah akan mendorong agar isu-isu strategis ini menjadi isu proritas yang harus segera ditindaklanjuti,” ujar Noordjannah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/11/2022).
Baca Juga: Eross Sheila on 7 Aransemen Mars Muktamar Muhammadiyah ke-48, Ini Lirik Lagunya
Adapun sembilan isu yang akan diusung di Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah antara lain:
1. Penguatan peran strategis umat Islam dalam mencerahkan bangsa
2. Penguatan perdamaian dan persatuan bangsa
3. Pemilihan umum yang berkeadaban menuju demokrasi substantif
4. Optimalisasi pemanfaatan digital untuk atasi kesenjangan dan dakwah berkemajuan
5. Menguatkan literasi nasional, ketahanan keluarga basis kemajuan peradaban bangsa dan kemanusiaan semesta
6. Penguatan kedaulatan pangan untuk pemerataan akses ekonomi
7. Penguatan mitigasi bencana dan dampak perubahan iklim untuk perempuan dan anak
8. Akses perlindungan bagi pekerja informal
9. Penurunan angka stunting
Selain sembilan isu di atas, Pemilu 2024 juga tak lepas dari sorotan ‘Aisyiyah di Muktamar ke-48.
Menurut Noordjannah, pemilu harus dilakukan secara berkeadaban baik oleh semua pihak yang terlibat, baik itu penyelenggara, elit pemerintahan, partai politik, para calon, juga pemilih.
Sementara itu, Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Tri Hastuti Nur Rochimah menilai pemilu terdahulu belum menunjukkan perilaku yang berkeadaban dan demokrasi berkualitas.
Baca Juga: Tantri Kotak, Arda NAFF, dan Letto Bakal Meriahkan Muktamar Muhammadiyah ke-48 Bulan Depan
Ia mencontohkan, fenomena politik pragmatis, politik uang yang sangat memprihatinkan, oligarki politik, orientasi kekuasaan yang sangat kuat sehingga segala cara ditempuh untuk mendapatkan kekuasaan.
Bahkan, Tri mengaku prihatin dengan menguatnya politik identitas yang masih berlanjut pasca-pemilu sehingga mengganggu kehidupan kebangsaan yang damai dan kolaboratif.
Menurutnya Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan keragaman suku, ras, agama, golongan, dan budaya memerlukan sistem pemilu dan perilaku politik yang memperkuat persatuan dan menjunjung perdamaian.
"Bukan sebaliknya, pemilu yang menyisakan permasalahan yang membawa perpecahan sosial, sikap masyarakat yang pragmatis dengan politik uang, saling menyerang antar pendukung di media sosial, permainan hasil suara dan lain-lain," ungkapnya.
Terkait dengan mulai ramainya wacana pencalonan jelang pemilu 2024, Tri berpesan, agar tidak membuat gaduh dan menimbulkan perpecahan yang dapat menjadi embrio kemunculan kembali politik identitas.
Ia berharap wacana yang muncul dan diperbincangkan justru terkait dengan isu-isu maupun problem sosial ekonomi yang dihadapi bangsa ini dan harus dicarikan jalan keluar.
Tri juga menggarisbawahi tentang keterwakilan perempuan dalam kelembagaan penyelenggara pemilu di semua tingkatan.
“Pemilu selama ini belum menunjukkan keberhasilan proses rekruitmen perempuan dalam lembaga legislatif dan eksekutif. Keterwakilan perempuan belum mencapai 30%,” ujar Sekretaris PP ‘Aisyiyah ini.
Baca Juga: Jalan Sehat, Sambut Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48
Menurut Tri, salah satu faktor penyebabnya yakni budaya patriarki yang masih kental dan kaderisasi partai bagi perempuan belum optimal.
Apalagi, lanjutnya, fenomena politik berbiaya tinggi yang masih mewarnai praktik politik di negeri ini.
Bagi Tri, itu juga salah satu yang menjadi kendala tersendiri dan turut mengurangi ketertarikan perempuan di wilayah politik.
"Padahal keterwakilan dan kepemimpinan perempuan sangat penting di berbagai level dan ruang publik untuk memajukan kehidupan masyarakat dan bangsa," ungkapnya.
Ia berpendapat, perempuan dipandang memiliki tingkat kepedulian yang lebih tinggi terutama pada isu-isu perempuan, anak, maupun kelompok marjinal.
Penulis : Dian Nita Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV