Kisah Elizabeth, Gadis yang Ditinggal di Panti Asuhan saat Bayi, Kini Ditawari Kerja di Singapura
Sosial | 2 November 2022, 19:51 WIBLEMBANG, KOMPAS.TV – Tekadnya tak surut untuk menempuh pendidikan tinggi meski hidup di panti asuhan dan tak tahu siapa orang tuanya.
Dia adalah Merry Elizabeth (21), anak asuh Panti Asuhan Rumah Kasih, Lembang, Jawa Barat yang memilih untuk tidak menyerah dengan keadaan
Sepanjang umurnya hidup di panti asuhan dan bahkan hingga kini, Elizabeth tak pernah tahu siapa orang tuanya. Namun, hal itu tidak menyurutkan tekadnya untuk bersekolah dan meraih pendidikan hingga perguruan tinggi.
Informasi satu-satunya yang dia tahu adalah bahwa ibunya menyerahkan dirinya di Panti Asuhan Rumah Kasih pada 21 tahun silam, saat dia masih bayi berumur tiga hari.
“Katanya mama saya Jawa dan papa keturunan Tionghoa. Hanya sebatas itu informasi yang saya tahu. Meskipun kadang hati terasa sakit, tapi akhirnya saya belajar menerima keadaanku,” ungkap Elizabeth dilansir dari Kompas.id.
Dia mengaku, dahulu selalu bermimpi bertemu orang tuanya pada setiap ulang tahunnya. Namun, saat tahun demi tahun berlalu tanpa kenyataan yang diimpikannya, Elizabeth memutuskan berhenti berharap saat menginjak usia 20 tahun.
Rupanya ia menyadari, harapan yang besar akan membuatnya semakin kecewa.
Namun, bila pun satu saat kelak orang tuanya datang, Elizabeth mengaku akan menerima dan berusaha memaafkan.
Baca Juga: Kisah Mundolin, Anak Panti Asuhan yang Kini Jadi Pemimpin Tertinggi di Sebuah Bank daerah
“Semua hal yang terjadi dalam hidup aku, mungkin bukan kesalahan mereka. Cuma perasaan kepo (ingin tahu saja), tapi kalau merasakan sakit hati sudah enggak ada. Kalau pun ketemu, ya puji Tuhan,” tuturnya.
Sejak kecil, dia disekolahkan Panti Asuhan Rumah Kasih dan belajar keras, hingga sampai kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan, Bandung.
Ia mengambil jurusan Hubungan Internasional, karena bercita-cita ingin bekerja di organisasi internasional yang bergerak di bidang kemanusiaan, seperti Palang Merah Internasional (ICRC).
“Sejak SMP saya ikut Palang Merah Remaja dan Palang Merah Indonesia. Saya suka soal isu kemanusiaan, hukum humaniter. Makanya saya ingin satu saat bisa bekerja di ICRC atau kerja di kedutaan besar,” ujar Elizabeth yang lulus kuliah hanya dalam waktu 3,5 tahun dan diwisuda pada Juni 2022 lalu.
Tak ingin menyerah dengan keadaan, sambil kuliah, Elizabeth juga sempat bekerja sebagai tenaga administrasi di Klinik Sespim Polri di Lembang. Ia juga belajar bahasa Perancis.
Beberapa bulan lalu, saat ada tamu komunitas persekutuan doa dari Singapura berkunjung ke panti asuhan, Elizabeth ditawari untuk bekerja di Singapura.
“Di Singapura saya akan bekerja sebagai staf adiministrasi di restoran. Semua sudah diurus, kontrak kerja dan lainnya. Pekerjaannya memang jauh dari bidang ilmu saya, tapi saya ingin perdalam bahasa Inggris saya. Pekerjaan ini sebagai batu loncatan untuk bekerja nanti sesuai bidang saya,” tuturnya memungkasi.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas.id