"Halloween", "Berdendang Bergoyang" dan Nafsu Berkumpul yang Tak Tertahankan
Peristiwa | 1 November 2022, 07:10 WIB
JAKARTA, KOMPAS.TV- Tragedi Halloween di Itaewon, Korea Selatan yang merenggut ratusan nyawa pada Sabtu (29/10/2022) menjadi perhatian dunia. Pada saat yang sama di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, sebuah pagelaran musik dengan tajuk "Berdendang Bergoyang" dihentikan polisi karena jumlah penonton yang membludak.
Dua kejadian itu sama-sama mengumpulkan ribuan massa, untuk pertama kalinya dalam dua tahun atau setelah pandemi melandai.
Ketua DPR RI Puan Maharani pun menyebutkan penyelenggara acara atau kegiatan yang melibatkan banyak orang di Indonesia harus belajar dari peristiwa di Itaewon. “Panitia penyelenggara acara hiburan harus tertib dan sesuai aturan. Penjualan tiket tidak boleh melebihi kapasitas tempat acara,” katanya, dikutip dari situs DPR, Selasa (1/11/2022).
Baca Juga: Gagal Prediksi, Polisi Tak Menyangka Korban Tewas Halloween Maut Itaewon 154 Orang
Bagi Puan, tragedi dalam perayaan Halloween Itaewon di Korea Selatan yang menimbulkan banyak korban itu, mengingatkan kepada seluruh pihak untuk lebih memperhatikan kerumunan massa pada kegiatan-kegiatan yang mulai ramai usai kondisi pandemi Covid-19 membaik.
Dampaknya, terjadi saling dorong antara pengunjung, yang mengakibatkan orang sesak napas hingga henti jantung.
Puan memaklumi, banyak masyarakat ingin menikmati hiburan usai pembatasan selama lebih dari 2 tahun, apalagi saat ini kondisi pandemi Covid-19 sudah berangsur membaik. Tapi Euforia kerumuman massa pasca-Covid harus jadi perhatian.
"Kita tidak ingin ada nyawa melayang atau korban apapun sehingga kewaspadaan dari masyarakat sendiri juga menjadi kunci," tutur cucu Proklamator RI Bung Karno tersebut.
Sementara Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendukung langkah Polres Jakarta Pusat yang menghentikan konser "Berdendang Bergoyang" dikarenakan kapasitas penonton yang melebihi aturan sesungguhnya.
Politikus Nasdem itu, bahkan meminta pihak Kepolisian dapat mengusut faktor-faktor kelalaian yang dilakukan oleh panitia. Sehingga hal ini juga menjadi pelajaran bagi penyelenggara lainnya agar taat aturan. "Selain bertanggung jawab kepada penonton, saya minta polisi juga mengusut faktor-faktor kelalaian yang dilakukan panitia," katanya.
Dikutip dari situs Gramedia, keinginan manusia untuk berkerumun merupakan fitrah. Sebagai makhluk sosial mendorong manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Manusia saling membutuhkan satu sama lain. Karena sifat dasar tersebut, kelompok sosial dengan mudah terbentuk secara alami. Adanya interaksi menjadikan mereka berkumpul, membuat kelompok baik terorganisir atau tidak, lalu membuat kegiatan di dalamnya.
Apalagi, setelah Covid-19, banyak laporan menyebutkan tingkat stress masyarakat meningkat. Keterbatasan interaksi sosial yang mendadak menjadi salah satu sebabnya. Kelompok-kelompok sosial berkurang dan jarang berkumpul seperti dulu.
Terbukti, dari hasil survei Skor Kesejahteraan 360° yang dilakukan Cigna secara global terhadap 18.000 responden di 21 negara pada kuartal kedua 2021, menyebut pandemi Covid-19 telah menyebabkan tingkat stres masyarakat meningkat.
Baca Juga: Saksi Mata Lihat Banyak yang Tertawa saat Halloween Maut Itaewon Terjadi, Alasannya Bikin Merinding
Salah satu peningkatan stres dipengaruhi adanya pembatasan aktivitas masyarakat selama masa pandemi, terutama dalam melakukan perjalanan luar kota. Ditambah, rata-rata mayarakat Indonesia gemar berkumpul atau bepergian bersama teman atau keluarga. Nah, inilah yang menyebabkan nafsu berkumpul masyarakat saat ini seperti tak terbendung.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV