> >

JPU Bakal Hadirkan ART Ferdy Sambo Bersaksi untuk Bharada E, Pakar Pidana: Ini Buat Kuatkan Dakwaan

Hukum | 30 Oktober 2022, 07:50 WIB
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, keterangan tersangka kasus pembunuhan Brigadir J yang diuji menggunakan lie detector tetap akan dibandingkan dengan keterangan saksi lain, Selasa (6/9). (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meyakini saksi yang dihadirkan JPU bertujuan untuk menguatkan dakwaan.

Abdul menjelaskan tugas JPU yakni menuntut seseorang dengan dakwaan dan membuktikan melalui saksi yang dihadirkan.

JPU dijadwalkan akan menghadirkan 12 saksi dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Senin (31/10/2022).

Salah satu saksi yakni dihadirkan adalah asisten rumah tangga (ART) keluarga Ferdy Sambo, Susi. Susi merupakan saksi fakta yang ikut saat keluarga Ferdy Sambo pergi ke Magelang.

Baca Juga: Art Sambo Akan Hadir dalam Sidang Eliezer, Inilah Peran Susi Sebagai Saksi Kasus Yosua...

"Jadi sepanjang saksi dibawa oleh JPU itu arahnya akan menguatkan dakwaan," ujar Abdul Fickar di program Kompas Malam Kompas TV, Sabtu (29/10/2022).

Abdul Fickar menambahkan pengertian dari saksi fakta yakni melihat, mendengar dan merasakan peristiwa yang terjadi. 

Hal ini yang membuat saksi fakta harus mengungkapkan keterangan yang jujur dan sebenar benarnya. Jika saksi diketahui memberi keterangan palsu di persidangan, maka hakim bisa memerintahkan saksi fakta untuk ditahan.

"Kalau kesaksiannya tidak benar dan bertentangan, yang seperti ini biasanya hakim memerintahkan untuk di tahan," ujar Fikar. 

Baca Juga: ART Ferdy Sambo Bakal Bersaksi di Sidang Bharada E, Tim Kuasa Hukum Ingatkan untuk Bicara Jujur

Terkait dengan perintah jabatan yang menjadi alasan tim penasihat hukum Bharada E, Abdul Fickar menilai terdakwa sebenarnya bisa menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J. 

Menurutnya Pasal 51 KUHP menekankan pada relasi jabatan dalam lingkup pekerjaan. Di luar dari itu terdakwa bisa menolak perintah yang diajukan pimpinannya. 

Walaupun dalam realitasnya sulit membedakan kepentingan dinas dengan kepentingan bersifat privat.

"Pengertian perintah jabatan dalam Pasal 51 KUHP ini selalu dalam lingkup pekerjaan, lingkup jabatan relasi antara atasan dan jabatan. Kalau di luar itu ada kewajiban untuk menolak," ujar Abdul Fickar.

Baca Juga: Gayus: Bharada E Harus Tanggung Jawab atas Kematian Brigadir J, Kalau Tak Ada Dia, Tak Ada Kematian

Bharada E didakwa bersama-sama melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Pembunuhan berencana itu dilakukan oleh Richard Eliezer bersama Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; serta Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.

Surat dakwaan yang dibacakan jaksa, pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dilatarbelakangi pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J saat berada di Magelang. 

Pengakuan itu lantas membuat Ferdy Sambo marah hingga akhirnya menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J. Richard Eliezer tak menolak ketika diminta Ferdy Sambo menembak Yosua.

 

"Terdakwa Ferdy Sambo mengutarakan niat jahatnya dengan bertanya kepada saksi Richard Elizer Pudihang Lumiu, 'berani kamu tembak Yosua?'," ungkap JPU.

"Atas pertanyaan terdakwa Ferdy Sambo tersebut lalu saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu menyatakan kesediaannya 'siap komandan'," lanjut JPU.


 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU