> >

Pengacara Keluarga Yosua: Dakwaan Obstruction of Justice Jadi Tanda Perintah Atasan Melebihi UU

Hukum | 19 Oktober 2022, 20:54 WIB
Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yosua, Martin Simanjuntak di program Breaking News KOMPAS TV, Rabu (19/10/2022). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kuasa Hukum Keluarga Yosua, Martin Simanjuntak menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir J sudah memenuhi kriteria cermat, jelas dan lengkap.

Martin menilai ada beberapa fase dalam proses perintangan penyidikan yang dilakukan para anak buah Ferdy Sambo. 

Fase pertama perintah dari Ferdy Sambo yang bukan menjadi tugas, tanggung jawab dan kewenangan dari para anak buahnya. 

Kedua, fase membersihkan tempat kejadian perkara (TKP) hingga mengamankan barang bukti. 

Baca Juga: Brigjen Hendra Kurniawan Dijerat Pasal Berlapis Kasus Obstruction of Justice Pembunuhan Brigadir J

Menurut Martin dalam fase kedua ini, seharusnya para terdakwa obstruction of justice mengerti mana barang bukti yang harus diamankan terkait alibi Ferdy Sambo bahwa ada tembak menembak dan dugaan pelecehan seksual.

Kemudian para terdakwa ini seharusnya menyerahkan barang bukti tersebut ke Polres Jakarta Selatan atau Bareskrim Polri untuk meneliti dugaan adanya tembak menembak dan pelecehan seksual sesuai yang dilaporkan Ferdy Sambo.

"Tapi dalam hal ini mereka menganggap perintah Ferdy Sambo itu benar," ujar Martin di program Breaking News di Kompas TV, Rabu (19/10/2022).

Baca Juga: Ekspresi Brigjen Hendra di Sidang Obstruction of Justice, Lepas Masker dan Tebar Senyum

Fase yang ketiga yakni para terdakwa sudah melihat fakta yang sebenarnya bahwa Brigadir J belum meninggal saat dilaporkan ada peristiwa tembak menembak. 

Di fase ini para terdakwa tetap mengikuti perintah Ferdy Sambo untuk menghancurkan barang bukti dan saat tim khusus menyelidiki hal ini, para terdakwa baru mengakui perbuatannya.

"Jadi mereka ini tidak bisa mengelak lagi tidak terlibat, karena ada kesempatan untuk mengadu ke atasan lebih tinggi. Inilah yang menandakan perintah atasan melebihi undang-undang, dan ini harus dikoreksi," ujar Martin. 

Baca Juga: Terungkap di Sidang Obstruction of Justice Saat Polisi Nobar CCTV: Bang, Ini Brigadir J Masih Hidup!

Sebelumnya enam tersangka obstruction of justice menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Para tersangka yang menjalani sidang yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

 

Keenam tersangka didakwa melakukan tindak pidana menghalangi proses penyidikan bersama-sama dengan Ferdy Sambo. 

Hendra meminta agar bawahannya mempercayai skenario Sambo dan memerintahkan bawahannya untuk melakukan penyisiran terhadap CCTV vital di sekitar Rumah Dinas Ferdy Sambo yang merupakan TKP pembunuhan berencana Brigadir J.

Baca Juga: Tersangka Obstruction of Justice Brigadir J, AKP Irfan Widyanto Ajukan Praperadilan soal Penahanan

Kemudian Agus Nurpatria dan terdakwa lainnya menjalankan perintah untuk mengambil CCTV di rumah Ferdy Sambo dan di sekitar TKP pembunuhan Brigadir J, rumah dinas Duren Tiga.

Setelah mengamankan CCTV para terdakwa merusak dan menghancurkan salinan di laptop merek Microsoft Surface.

JPU menyatakan para terdakwa melanggar Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE, Pasal 55 ayat (1) dan atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 dan atau Pasal 233 KUHP.
 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU