15 Persen Angkatan Kerja Dunia Alami Gangguan Mental: Naik selama Pandemi, Turunkan Produktivitas
Sosial | 11 Oktober 2022, 19:19 WIBRiskesdas 2018, lebih dari 19 juta penduduk usia 15 tahun ke atas mengalami gangguan mental emosional dan lebih dari 12 juta penduduk usia 15 tahun ke atas mengalami depresi.
Salah satu pekerja yang kerap merasa stres karena tuntutan pekerjaan adalah Nugraha Riyadi, pemuda 23 tahun asal Jakarta. Ia mengaku stres memengaruhi kinerjanya, sekaligus membuatnya lelah secara mental.
”Hampir burned out, waktu itu sudah sampai di fase ’bodo amat deh kerjaan gak bagus-bagus amat jadinya yang penting beres tepat waktu’ tapi belum sampai di fase gak mau ngapa-ngapain lagi,” kata Nugraha.
Bekerja sejak awal 2022, Nugraha mengaku stres terkait pekerjaan memperparah kondisi kesehatan mentalnya. Ia sempat hendak mengakses layanan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan setempat, tetapi mengurungkan niat karena stigma negatif terhadap orang dengan gangguan kesehatan jiwa.
Selain isu stigma, kesenjangan penanganan kesehatan jiwa yang masih terlalu lebar di Asia Tenggara menjadi problem tersendiri. Direktur Regional WHO Asia Tenggara Poonam Khetrapal Singh menyebut kesenjangan penanganan kesehatan jiwa di kawasan ini mencapai 70-95%.
Untuk mengatasinya, negara-negara Asia Tenggara mengadopsi Deklarasi Paro pada September 2022 lalu. Deklarasi ini ditujukan untuk menyediakan akses layanan kesehatan mental yang universal.
”Deklarasi Paro bertujuan untuk memastikan bahwa semua orang di kawasan (Asia Tenggara) dapat mengakses layanan kesehatan mental berkualitas, dekat dengan tempat tinggal mereka, dan tanpa kesulitan finansial," kata Singh.
"Hal ini menekankan pada kebutuhan untuk reorientasi dan integrasi layanan kesehatan mental pada layanan kesehatan primer, melengkapi strategi regional baru untuk layanan kesehatan primer yang diluncurkan pada Desember 2021,” lanjutnya.
Sementara itu, di tataran individual, Anna menyebut ketahanan individu dalam menghadapi tekanan menentukan kesehatan jiwa seseorang.
”Ketahanan itu tergantung banyak hal, misalnya inteligensi. Semakin banyak wawasan seseorang terkait penyelesaian masalah, ketahanannya pun semakin tinggi. Ketahanan juga dipengaruhi stabilitas emosi, kepercayaan diri, dan lingkungan sekitar,” kata Anna.
Baca Juga: Penyakit Jiwa Megalomania, Merasa Diri Paling Hebat dan Harus Dihormati yang Lain Tidak Ada Artinya
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Harian Kompas