Kisah Korban Tragedi Kanjuruhan yang Harus Berutang Rp750 Ribu untuk Bayar Perawatan Infus
Sosial | 7 Oktober 2022, 17:06 WIBMALANG, KOMPAS.TV - Tragedi Kanjuruhan yang terjadi hampir sepekan lalu masih terus menyisakan kisah-kisah pilu dari para korban yang jumlahnya ratusan.
Salah satunya adalah Nur Saguwanto, pemuda 19 tahun asal Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Saguwanto menjadi salah satu korban luka-luka dari tragedi di Stadion Kanjuruhan seusai laga Arema vs Persebaya yang terjadi Sabtu (1/10/2022) lalu.
Saat ini, meski luka yang dia alami belum sembuh, Saguwanto harus menjalani perawatan sendiri di rumahnya.
Dilansir dari Surya Malang, ia sempat mendapat perawatan di rumah sakit di hari kejadian, tetapi kini Aremania Kepanjen itu hanya bisa pasrah di rumahnya dengan kondisi luka fisik dan 'luka psikis' yang belum sembuh.
Saat ditemui di rumahnya, Saguwanto terlihat lemah di atas kasur yang diletakkan di lantai di ruang tamu yang menjadi tempat perawatannya, tanpa dipan atau tempat tidur.
Luka fisik yang dialaminya masih terlihat jelas. Bagian luar mata dan pipi kanannya masih lebam, matanya masih terlihat berwarna merah, dan beberapa bagian kulit wajahnya melepuh dan mengelupas.
Kondisi tersebut membuat pandangan mata Saguwanto masih kembali belum normal.
Baca Juga: 15 Korban Kanjuruhan Masih Dirawat di RS Saiful Anwar, Enam Diantaranya Masih di Ruang ICU
Pergelangan kaki kirinya yang disebut patah juga terlihat dibalut perban elastis yang membuatnya semakin tak berdaya.
Saat kejadian, Saguwanto menceritakan bahwa dia tak terlalu mengingat insiden mengerikan yang dialaminya.
Ia hanya ingat ketika gas air mata ditembakkan, dan saat tersadar, dia sudah berada di rumah sakit.
"Setelah gas air mata ditembakkan, saya sudah tidak ingat apa yang terjadi. Tiba-tiba saja sudah ada di rumah sakit saja. Namun bersyukurnya saya masih bisa selamat," ucapnya.
Saguwanto yang menonton laga Arema vs Persebaya di tribun 11 Stadion Kanjuruhan sempat mengingat sedikit kejadian saat banyak orang penuh sesak yang ingin keluar.
"Saya masih sempat mengingat banyak orang di tribun saya. Saat ini penuh sesak, di tengah-tengah dirangkul teman dan saya sudah nggak sadar lagi waktu itu. Saya baru tersadar sekitar pukul 04.00 WIB di RSUD Kanjuruhan. Kemudian baru bisa menghubungi orang tua pukul 06.00 WIB," jelasnya.
Setelah mendapat perawatan di rumah sakit, Saguwanto kemudian dipersilakan untuk pulang ke rumah pada hari Minggu (2/10/2022).
"Katanya jantung saya sudah baik, jadi disuruh pulang," kenangnya.
Baca Juga: Jadi Tersangka, Pemberi Komando Gas Air Mata di Kanjuruhan Terkuak
Lebih lanjut, Saguwanto menyebut belum ada pihak berwenang yang datang ke rumahnya.
Belum ada bantuan yang dia terima untuk untuk membantu penyembuhan kondisi fisiknya, pun pemulihan kondisi traumatisnya.
Padahal saat ini, kondisinya belum pulih sepenuhnya dan masih sering merasakan sesak di dada. Dengan kondisinya itu, Saguwanto saat ini justru menjadi beban tambahan kesulitan ekonomi keluarganya.
Saguwanto yang baru lulus SMK jurusan teknik sepeda motor belum bekerja, dan tidak bisa mencari penghasilan tambahan karena kondisinya saat ini.
Penghasilan ayah Saguwanto sebagai buruh tani juga tidak cukup untuk membiayai biaya perawatannya. Apalagi, Saguwanto juga mempunyai adik yang berusia 9 tahun.
Keluarga Saguwanto pun harus berutang sebesar Rp750 ribu demi membayar biaya infus untuk perawatannya.
"Saya nggak tahu itu soal bantuan-bantuan, belum ada (yang datang), saya juga masih trauma, kadang-kadang masih teringat (kejadian Tragedi Kanjuruhan)," lanjut Saguwanto.
“Yang saya rasakan, bagian kaki ini masih sakit dan dada juga. Sesekali jika dibuat napas agak sesak dan sakit,” tuturnya.
"Belum bisa kalau melihat seperti ke arah sinar matahari, masih silau begitu," ujar Saguwanto saat menjelaskan kondisi matanya.
Baca Juga: Polisi Belum Tahan 6 Tersangka Tragedi Kanjuruhan Malang, Apa Alasannya?
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Surya Malang