Tragedi Kanjuruhan: Pintu 13 yang Menjadi Kuburan Massal Anak Kecil dan Perempuan
Peristiwa | 4 Oktober 2022, 21:47 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tragedi Kanjuruhan masih menyisakan duka yang mendalam bagi sepak bola Indonesia mengingat banyaknya korban jiwa yang ada.
Per Selasa (4/10/2022), total ada 131 orang yang meninggal dalam kericuhan di Stadion Kanjuruhan seusai laga Arema vs Persebaya itu. Dari total korban tersebut, 32 di antaranya merupakan anak dan bahkan ada yang baru berusia tiga hingga empat tahun.
"Dari 125 orang yang tewas dalam kecelakaan itu, 32 di antara mereka adalah anak-anak. Yang termuda adalah balita berusia tiga atau empat tahun," kata Nahar, Pejabat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dikutip dari BBC News Indonesia.
Salah satu titik lokasi yang paling banyak ditemukan korban anak dan perempuan yakni di Pintu 13 Stadion Kanjuruhan.
Salah seorang saksi, Eko Prianto, warga Dau, Kabupaten Malang bahkan sampai menangis ketika dia menceritakan bagaimana situasi di Pintu 13 yang dipenuhi puluhan suporter yang bergelimpangan.
"Pintu 13, seperti kuburan massal. Banyak anak kecil, korban kebanyakan perempuan. Saya tak kuat," ujar Eko.
Saat pertandingan Arema vs Persebaya itu, Eko yang mempunyai tiket memilih tidak masuk ke Stadion Kanjuruan dan memilih bersama rekannya berada di luar stadion.
Beberapa saat setelah pertandingan usai, Eko mengaku mendengar suara tembakan sebanyak lima kali.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Elmiati Kehilangan Suami dan Anaknya Yang Masih Balita
Setelah itu, dia juga mendengar jeritan dan gedoran dari Pintu 10. Dia lalu bergegas menuju ke sana dan melihat para penonton sedang membuka paksa pintu.
Dia turut pula menemukan puluhan orang lemas dan pingsan.
"Saya berusaha menolong, membopong korban. Ternyata jumlah korban semakin banyak," katanya.
Ketika menolong, Eko lalu teringat banyak saudara dan tetangganya yang menonton di Pintu 13. Ia lalu bergegas menuju pintu tersebut.
Di sana dia melihat pemandangan serupa di pintu 10 dengan bagian penonton berusaha menjebol ventilasi pada tembok di samping pintu agar bisa keluar.
Eko kemudian berusaha mencoba membuka pintu besi tapi usahanya sia-sia. Pria berusia 39 tahun itu pun meminta bantuan kepada aparat Kepolisian dan TNI, tapi justru dia malah nyaris dipukul.
"Tidak dibantu, saya malah nyaris dipukul aparat."
Karena tak mendapat bantuan dari luar stadion, Eko lalu pergi ke pintu utama dan meminta bantuan petugas dan panitia untuk membantu evakuasi di Pintu 13. Ia pun akhirnya bisa masuk dan ikut membantu evakuasi dari dalam.
"Semua pintu keluar tertutup, kecuali Pintu 14," ungkap Eko.
Baca Juga: Menpora Jamin TGIPF Tragedi Kanjuruhan Bekerja Profesional dan Transparan
Ia pun mempertanyakan hal ini. Padahal di setiap pertandingan, biasanya 15 menit sebelum pertandingan usai, pintu keluar stadion dibuka.
Terkait permasalahan pintu di Stadion Kanjuruhan ini, PSSI membeberkan alasanya kenapa sejumlah pintu tidak dibuka saat pertandingan berakhir.
“Pintu tidak dibuka seluruhnya. Ada sebagian dibuka, dan sebagian tidak. Ketepatan komando yang disuruh buka pintu sebelah sana belum melaksanakan tugas. Itu alasannya,” kata Ketua Komite Wasit PSSI Ahmad Riyadh dalam sesi konferensi pers, Selasa (4/10/2022), dikutip dari Kompas.com.
“Jadi, memang ada fakta juga, jangan terlalu mepet (membuka pintu stadion) dalam statuta 10 menit dari pertandingan akhir,” imbuhnya.
“Namun, Panpel melihat situasi di luar stadion yang gerombolan di luar bisa masuk ke dalam stadion dan masuk untuk menonton laga," lanjutnya.
“Kadang-kadang itu yang menjadi pertimbangan sehingga terkadang disamakan dengan peluit akhir. Kadang-kadang juga dua menit akhir baru dibuka," tutur Ahmad Riyadh.
"Ini kondisi yang ada di lapangan. Itu yang dinilai investigasi dan bakal menjadi sistem keamanan terbaru dari PSSI dan Polri,” tambahnya.
Baca Juga: Begini Penjelasan PSSI Terkait Pintu Stadion Kanjuruhan yang Tak Dibuka Seluruhnya
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV/BBC/Kompas.com