Saksi Kericuhan Stadion Kanjuruhan Sayangkan Penembakan Gas Air Mata ke Arah Tribun
Peristiwa | 2 Oktober 2022, 18:41 WIBMALANG, KOMPAS.TV - Korban selamat dari peristiwa kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, Doni, menyayangkan penggunakan gas air mata oleh aparat kepolisian saat terjadi ketegangan usai pertandingan Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
"Saya sayangkan, di dalam stadion kok ada gas air mata?" tanya Doni di Breaking News Kompas TV, Minggu (2/10/2022).
"Harusnya kan air, water canon ya," lanjut dia.
Doni yang saat kejadian membawa anak mengaku menonton pertandingan pada Sabtu malam itu bersama kakak laki-laki, kakak ipar perempuan, keponakan, dan tetangganya.
"Saya ada di tempat kejadian, sama mas, mbak ipar, dan keponakan. Saya juga membawa anak umur 10 tahun, tetangga saya juga membawa anak perempuan," ungkapnya.
Ia bersama rombongan duduk di Tribun 14 dan merasakan tembakan gas air mata ke arah tribun.
"Tribun saya, tribun 14, (orang-orangnya) diem hanya lihat, ditembak kurang lebih dua kali gas air mata," kata Doni.
Ia pun menyayangkan kejadian penembakan gas air mata tersebut ke arah tribun yang dampaknya mengenai anak-anak, perempuan, hingga ibu-ibu.
Baca Juga: Presiden FIFA Keluarkan Pernyataan atas Tragedi Kanjuruhan: Ini Hari yang Gelap bagi Semua
"Saya sayangkan itu saja. Kok sampai tribun ditembak gas air mata. Ada anak kecil, ada perempuan, ibu-ibu juga," kenang Doni.
Saat pertandingan selesai, Doni dan rombongan memutuskan untuk tetap menunggu di tribun karena melihat pintu keluar yang sudah dipenuhi orang-orang.
"Kami tunggu 15 menit, saya lihat yang di lapangan ricuh, ditembaki. Ada yang lari sampai kembali ke tribun masing-masing," ungkapnya.
Akan tetapi, tak lama berselang, tribun yang ia tempati juga terkena semburan gas air mata.
"Enggak lama, tribun saya, tribun 14, ditembak kurang lebih dua kali gas air mata," jelasnya.
"Kami cari pintu keluar itu berdesakan. Sudah berdesakan, panas kena gas (air mata) itu," kata Doni.
Ia mengaku saat keajian terjadi kepanikan penonton, sehingga terjadi dorongan orang-orang dari arah tribun ke pintu keluar.
“Kan turun, tertekan, kalau fisik enggak kuat ya jatuh,” ujarnya.
Doni pun menyaksikan pagar besi di area luar stadion rubuh akibat dorongan massa.
“Sampai yang di dalam turun, ada pagar besi itu roboh, pagar yang keluar itu sampai roboh,” terangnya.
Baca Juga: Potret Ibu yang Kehilangan Putrinya dalam Tragedi Kanjuruhan, Sang Anak Pamit Mau Nonton Arema
Setelah berhasil keluar stadion, Doni mengaku melihat korban bergelimpangan di luar stadion.
“Bahkan ada yang mungkin sudah enggak ada (meninggal -red) juga, tapi kan enggak ada yang tahu,” ujarnya.
Di luar stadion, ia dan anaknya menunggu keluarga kakaknya, M Yulianton dan Devi Ratna, yang terpisah saat menuju pintu keluar.
"Kurang lebih seperempat jam itu kok tidak keluar-keluar. Tiba-tiba saya dijawil (disentuh) anak mas saya dari belakang," kata Doni.
Keponakannya, MA, mengatakan bahwa orangtuanya masih di dalam.
“Kaget saya, saya lari mau masuk kan enggak bisa,” ungkap Doni.
Akhirnya, setelah beberapa saat ia melihat kakak iparnya digotong orang-orang melewati pintu keluar.
"Setelah itu ada yang menggotong perempuan, saya lihat celananya seperti mbak ipar saya, ternyata benar," kata dia.
"Saya enggak bisa memastikan masih hidup atau tidak," imbuhnya.
Setelah menemukan kakak iparnya itu, Doni kembali berlari ke pintu stadion dan melihat kakak laki-lakinya digotong.
"Setelah mbak ketemu, saya lari ke pintu lagi. Saya lihat mas saya digotong, lalu diletakkan di samping pintu keluar," kata dia.
Ia mengaku tak dapat memastikan apakah kakak dan iparnya masih hidup saat itu.
“Saya kipasi aja,” kata Doni menceritakan kebingungannya kala itu.
Selain itu, ia mengatakan, melihat pihak keamanan membantu korban di sekitar pintu keluar Stadion Kanjuruhan.
“Ada polisi yang memberi air, melihat jenazah mas dan mbak saya itu ngasih minyak itu ada,” ujarnya.
Akan tetapi ia mengaku kesulitan menemukan pihak medis.
“Mungkin sama-sama sibuk, jadi saya enggak nemu, kalau keamanan ada,” terangnya.
Doni, yang saat kejadian kewalahan karena berusaha mencari pertolongan untuk kakaknya serta menjaga anak dan keponakannya, lantas melapor ke pihak berwenang.
"Kami lapor ke polisi cari medis, waktu itu sibuk semua," ungkapnya.
Kemudian, ia mendengar teriakan orang yang mengatakan bahwa pihak medis berada di pintu masuk VIP.
Baca Juga: Cerita Adeva Lihat Sepupunya Tewas dalam Kericuhan Kanjuruhan: Kami Boncengan dari Blitar
Ia pun meminta tolong kepada pihak keamanan yang berjaga, polisi maupun tentara yang ada di lokasi, untuk mengangkat dua kakaknya itu ke ruang medis.
"Waktu saya ke sana ada polisi dan tentara juga, saya minta tolong untuk memindahkan karena saya enggak kuat," ujarnya.
Doni lantas meminta tolong temannya untuk mengantar anak dan keponakannya pulang.
Satu teman lainnya membantu Doni memantau kakaknya yang dibawa ke ruang medis.
"Saya masuk ke ruang medis, posisi itu sudah di musala kalau enggak salah. Teman saya mengabarkan kakak saya sudah meninggal dua-duanya," ujar Doni.
Doni mengaku menunggu ambulans lebih dari satu jam di ruangan medis. Tapi kemudian pihak keamanan mengimbau agar jenazah yang sudah teridentifikasi dibawa ke rumah sakit.
"Tentara bilang, yang sudah ada data saudara atau teman, ikut ke truknya tentara. Mau dibawa ke RSUD, mau divisum katanya," jelas Doni.
Sesampainya di rumah sakit, Doni melihat jenazah kakaknya bersama jenazah lain diletakkan berjejeran di area parkir karena kondisi rumah sakit yang penuh.
"Karena rumah sakitnya penuh, ditaruh di depan parkiran gitu jejer-jejer," ujarnya.
"Terus dari pihak rumah sakit keluar mendata nama, alamat, umur," imbuhnya.
Setelah dicatat pihak rumah sakit, Doni mengaku menunggu tanpa kepastian hingga tiga jam lamanya.
Ia pun berinisiatif untuk menelfon keluarga dan tetangganya untuk mengirimkan ambulans.
"Akhirnya saya telfon ke keluarga dan tetangga saya untuk membawa ambulans, karena saya dari awal sudah pesan nggak datang-datang," jelasnya.
Ia mengatakan dua jenazah dibawa mobil ambulans dan tiba di rumah duka pada Minggu (2/10) sekitar waktu subuh.
"Saya sampai ke rumah subuh, dua-duanya satu ambulans," ujar Doni.
Jenazah Yulianton dan istrinya, Devi, pun dimakamkan hari ini, Minggu (2/10/2022) pukul 09.00 WIB.
Mereka meninggalkan satu anak berusia sekitar sebelas tahun yang masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 5, MA.
Doni mengatakan kondisi MA masih trauma karena melihat kedua orangtuanya terinjak-injak saat berusaha menuju pintu keluar.
"Anaknya Mas Anton (M Yulianton) masih trauma, saya tanya 'tahu bapak ibu jatuh diinjak-injak?' dia mengangguk, tahu," ungkapnya.
Baca Juga: Pasutri Tewas dalam Kericuhan Stadion Kanjuruhan, Anak Trauma Melihat Orang Tuanya Terinjak-Injak
Ia pun berharap adanya perbaikan agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.
Ia menilai sepak bola sebagai hiburan rakyat. Ia juga mengaku sudah beberapa kali membawa anak menonton sepak bola.
"Saya menyenangkan anak menonton sepak bola, karena sepak bola lagi viral. Selama ini aman," pungkasnya.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV