> >

LPSK Sebutkan Keganjilan Laporan Kekerasan Seksual Putri Candrawathi: Luar Biasa Kalau Terjadi

Hukum | 26 September 2022, 23:25 WIB
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi mengungkapkan kejanggalan laporan kekerasan seksual Putri Candrawathi di Kompas Malam, KOMPAS TV, Senin (26/9). (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan laporan kekerasan seksual dari tersangka pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Putri Candrawathi.

"Ada banyak catatan yang kami punya, secara materiel biasanya yang terjadi ketika ada korban kekerasan seksual, pelaku adalah orang yang memiliki relasi kuasa," kata Edwin di Kompas Malam KOMPAS TV, Senin (26/9/2022).

Akan tetapi, menurut Edwin, laporan kekerasan seksual istri Ferdy Sambo itu menunjuk ajudan suaminya, yakni Brigadir J, sebagai pelaku.

"Sementara peristiwa ini, terduga pelaku adalah ADC, bawahan dari suami ibu PC yang seorang jenderal," jelasnya.

"Posisi relasi kuasanya, lebih dimiliki Ibu PC dibanding terduga pelaku," imbuhnya.

Baca Juga: Pengakuan LPSK, Putri Candrawathi Jadi Pemohon Terunik dalam 14 Tahun Sejarah Lembaga

Ia juga menyoroti adanya saksi di lokasi yang dilaporkan sebagai tempat kejadian perkara.

"Biasanya, yang terjadi pada kasus kekerasan seksual itu umumnya pelaku memastikan tidak ada saksi," terangnya.

"Termasuk juga perbuatan itu dilakukan di wilayah kekuasaan pelaku," imbuhnya.

Di sisi lain, TKP yang dilaporkan juga tidak lazim dalam perkara kekerasan seksual.

"Sementara tempatnya ini kan tempat milik korban, kemudian masih ada orang lain, baik yang diklaim di Duren Tiga maupun Magelang, masih ada orang lain, masih ada anak buah dari terduga korban," jelasnya.

"Luar biasa juga kalau itu terjadi," lanjut dia.

 

Baca Juga: Tanggapi Proses Ferdy Sambo, Pengacara Keluarga Yosua: Siapa pun Paham Kondisi Hukum Negara Ini

Edwin juga mengatakan, berdasarkan pengalaman LPSK, korban akan merespons upaya LPSK untuk mendalami peristiwa yang mereka alami.

Sebaliknya, Putri dinilai tidak responsif dan tidak antusias.

"Hal ini berbeda dari Ibu PC, sebagai pemohon, orang yang membutuhkan perlindungan dari LPSK, tapi kok tidak responsif, tidak merespons dan tidak antusias," tuturnya.

Untuk itu, Edwin pun menilai Putri sebagai korban palsu.

"Peristiwa yang awalnya diklaim kekerasan seksual di Duren Tiga, dihentikan kepolisian, yakni oleh Bareskrim. Itu menunjukkan bahwa PC adalah korban palsu dari kekerasan seksual," ujarnya.

 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU