Eks Kabareskrim Cerita Tradisi Kakak Asuh di Polri: Timbul Loyalitas, Sisihkan Potensi Lain
Hukum | 23 September 2022, 10:22 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Eks Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi cerita soal tradisi kakak asuh di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang disorot lantaran adanya dugaan mempengaruhi kasus pembunuhaan Brigadir J atau Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat lewat adik asuhnya yang jadi tersangka, bekas Kadiv Propam Ferdy Sambo.
Ito cerita, selama 35 tahun di kepolisian, ia mengakui tradisi kakak atau adik asuh lazim di dunia kepolisian. Tapi, kata dia, dalam arti positif.
Belakangan, istilah disebut jadi sorotan dan jadi istilah kakak asuh ini jadi buruk lantaran kasus yang menyeret Ferdy Sambo dan sejumlah polisi lainnya.
Dalam tradisi kepolisian, lanjutnya, bisa saja timbul loyalitas dan efek sisi buruknya, kadang karena kakak-adik asuh ini, menyisihkan potensi yang lain lebih bagus.
"Pertama, saya ingin lihat secara empiris ya. Saya 35 tahun di kepolisian. Jadi istilah kakak asuh dan adik asuh itu lazim di semua lembaga pendidikan, tidak hanya di Polri. Biasanya atas basis daerah, satu satuan pendidikan dan lain-lain," paparnya dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Jumat (23/9/2022).
Baca Juga: Eks Penasihat Kapolri Ungkap Ada Dua Macam Kakak Asuh Ferdy Sambo, Berikut Perannya Masing-Masing
Ia lantas bercerita, di kepolisian, kakak asuh ini sejak awal sudah melihat potensi sang calon adik atau adik asuhnya.
"Biasanya kakak asuh ini sudah melihat dari awal pendidikan, melihat potensi adik asuhnya. Jadi misalnya kalau kakak asuh ini sudah menjabat di Polri, tentunya dan ia akan melihat bagaimana adik asuhnya ketika bertugas di Polri," sambungnya.
Menurut Ito, awalnya istilah kakak asuh-adik ini bagus karena ada proses pengembangan karir dan budaya saling dukung.
"Jadi positifnya, dia (kakak asuh) akan berupaya memberikan pembinaan karir dan pengembangan karir pada bersangkutan (adik asuh). Meskipun di sini ada pendekatan nepotisme ya. Tapi nepotismenya dalam arti positif," imbuhnya.
"Hanya memang, bisa saja timbul loyalitas, keberhutangan budi, kemudian barangkali yang bersangkutan menyisihkan potensi lain yang bukan adik asuhnya," paparnya.
Lantas, ia menyebutkan soal istilah kakak asuh tidak lazim di publik.
"Mungkin istilah kakak asuh tidak lazim di publik. Kita akui, di Poliri sistemnya ada tapi ada yang salah. Saat saya dinas dulu, adik asuh saya mulai letnan dua hingga jadi pejabat, manakala pelanggaran etik, saya harus patuh peraturan. Ini kembali masalah leadership," tambah dia.
Makanya, ungkap Ito, di Polri ada merit sistem, juga kata dia sistem asesmen untuk meminimalisasi hal itu.
"Tapi betul ada indikasi dalam pengawasan kepemipinan perlu diperbaikin. Ini juga ada FGD dengan Menkopolhukkam, saya ikut itu untuk reformasi di kepolisian. Dengan imbas kasus sambo, diperkirakan adanya sistematis untuk reformasi Polri," paparnya.
"Jadi, untuk yang dikhawatirkan Prof Muradi (tentang kasus Sambo dan kakak asuh punya pengaruh-red) ya wajar saja," tambah dia.
Baca Juga: Eks Penasihat Kapolri Duga Kakak Asuh akan Bermain di Persidangan demi Ferdy Sambo Dihukum Ringan
Kasus Sambo Direkayasa, Jadi Rumit
Ito lantas menjelaskan, kasus Sambo yang menyeret adanya dugaan kakak asuh ini bermula dari rekayasa.
Apalagi, ada dugaan adanya ulur-ulur waktu terkait penanganan kasus Ferdy Sambo.
"Dalam justice sistem kita ada tiga hal. Pertama, Jadi waktu penahanan bersangkutan yang ditentukan UU itu, tidak bisa diperlambat," lanjut dia.
"Kedua kasus ini direkayasa, dari sederhana jadi rumit. Ini juga perlu waktu," paparnya.
"Tiga. Semua tergantung JPU dan kasus ini lengkap, otomatis akan dilimpahkan. Untuk obstruction of justice muncul belakangan," tandas Ito.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV