Pameran Ajur Ajer
Budaya | 23 September 2022, 03:05 WIBIrwantho lahir di Sukoharjo tahun 1979. Melanjutkan kuliah di ISI Yogyakarta, Irwantho sejak kuliah lebih menekuni seni grafis, dan beberapa kali mengadakan pameran di berbagai kota.
Irwantho pernah memenangkan Trienal Grafis yang diadakan oleh Bentara Budaya. Irwantho terkenal dengan teknik cukil kayunya.
Ivan Sagita
Ivan Sagita lahir pada 13 Desember 1957, di Malang, Jawa Timur. Selama 1979-1985, Ivan mendapat pendidikan di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Kemudian pada 2003, Ivan mengikuti residensi di “Fellowship Artist in Resident-Vermont Studio Center” di Amerika.
Karya Ivan mulai dipamerkan pada tahun 1987 dalam 2 pameran bersama, yaitu “Biennale 7 Jakarta” dan “Biennale 1 Yogyakarta”. Pada tahun 1990, Karya Ivan pertama kali dipamerkan di luar negeri dalam “Painting Exhibition”, di beberapa negara Asia.
Pada tahun yang sama, karya Ivan juga dipamerkan dalam “KIAS Indonesian Modern Art Exhibition”,
yang diselenggarakan di beberapa tempat di Amerika.
Pameran tunggal Ivan pertama kali diadakan pada tahun 1988 di Duta Gallery Jakarta. Pameran tunggal Ivan lainnya adalah “Freezing the Time” (Australia, 2000), Pameran di Red Mills Gallery (Amerika, 2003), “Hidup Bermuatan Mati” (Jakarta, 2005), “Final Silence” (2011, Belanda), “they lay their heads on a soft place” (2014, Singapura), dan “11 Art Installations” (Swedia, 2015).
Lucia Hartini
Lucia Hartini lahir di Temanggung tahun 1958. Ia mulai aktif melukis sejak di Sekolah Seni Rupa Indonesia ( SSRI ) Yogyakarta. Lukisan - lukisannya yang cenderung bergaya surealisme ini menghasilkan fenomena yang ganjil tentang alam.
Dengan teknik realisme yang rinci, ia sering menampilkan gerak air, awan, planet-planet, dan objek-objek lainnya dalam aliran dan pusaran yang fantastis. Pelukis ini selain pernah mengadakan pameran tunggal juga aktif mengikuti pameran bersama tingkat lokal, nasional, dan internasional.
Melodia
Menjalani berbagai pendidikan seni lukis, seperti kursus di Sasana Olah Kesenian Kak Alex (SOKKA) pada tahun 1978-1979 di Jakarta, lalu berlanjut ke sekolah formal di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Jurusan Seni Murni, Program Studi Seni Lukis Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Yogyakarta) pada tahun 1985-1992.
Beberapa karya Melodia terpasang di Gedung Agung Yogyakarta. Melodia memiliki kecenderungan gaya melukis realis, sejak kecil Melodia sudah hidup dalam dunia kesenian, ayahnya seorang sastrawan dari Sumatra Barat. Melodia melanjutkan kuliah, dan hidup sebagai perupa di Yogyakarta.
Nasirun
Nasirun lahir pada 1 Oktober 1965 di Cilacap, Jawa Tengah. Selama 1987-1994, Nasirun mendapat pendidikan seni di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Rupa, Yogyakarta.
Pada tahun 1993 Nasirun mengadakan pameran tunggal pertamanya, yaitu di Mirota Kampus dan Cafe Solo, Yogyakarta. Pameran tunggal Nasirun lainnya adalah “Ngono Yo Ngono, Mung Ojo Ngono”, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (1999); Pameran Tunggal di Nadi Gallery, Jakarta (2002); “Salam Bekti”, di Sangkring Art Space, Yogyakarta (2009); “Uwuh Seni” di Salihara Gallery, Jakarta (2012); “Rubuh-Rubuh Gedhang” di Bentara Budaya Yogyakarta (2013); “The Breath of Nasirun: Metamorphosis of Tradition” di Mizuma Art Gallery, Tokyo, Jepang; dan ”RUN: Embracing Diversity", di UMY, Yogyakarta (2016).
Ong Harry Wahyu
Ong Harry lahir pada 22 Desember 1958. Merupakan visual artis dan art director. Ia merupakan penggerak seni komunitas di kampung seni Nitiprayan. Karya-karyanya dikenal dengan gaya lawasan atau retro. Walaupun pernah dilarang orangtuanya untuk terjun di dunia seni, tetapi ia akhirnya terjun dan berkarya di bidang itu. Bermodal rasa suka dan kemampuan yang terpendam pada dirinya ia berhasil mewujudkan impian-impiannya di dunia seni rupa.
Dia datang ke Yogyakarta sekitar tahun 1979, setelah menamatkan sekolah menengah di
Madiun. Dengan tekad yang bulat akhirnya ia melanjutkan sekolah di ISI pada Jurusan Seni
Rupa. Karyanya kebanyakan berupa desain grafis.
Putu Sutawijaya
Putu Sutawijaya lahir pada 27 November 1970, di Tabanan, Bali. Selama 1987-1991, Putu mendapat pendidikan seni di Sekolah Menengah Seni Rupa Denpasar Bali. Kemudian selama 1991-1998, Putu melanjutkan pendidikannya di Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.
Putu kemudian juga mengikuti beberapa residensi, antara lain di Der Kulturen Museum, di Basel, Swiss (2001); di Valentine Willie Fine Art and Gudang Kuala Lumpur, Malaysia (2006); dan di Valentine Willie Fine Art and Patisatu Studio, Kuala Lumpur, Malaysia (2007).
Pupuk DP
Pupuk Daru Purnomo lahir di Yogyakarta, sejak kecil sudah tertarik dengan lukisan. Ketika SMA Pupuk menjadi juara ilustrasi tingkat propinsi. Pupuk kemudian melanjutkan karier melukis di Jakarta, dan kembali ke Yogyakarta untuk kuliah di ISI Yogyakarta. Saat ini Pupuk juga mengelola sebuah galeri di Yogya.
Samuel Indratma
Nama Samuel mulai dikenal sebagai pelopor mural lewat Apotik Komik di Yogyakarta. Samuel kemudian aktif di Jogjakarta Mural Forum, pernah kuliah di ISI Yogyakarta. Saat ini Samuel Indratma terlibat dalam sebuah program yang diberi tema Panyuwunan, sebuah kegiatan yang didasarkan pada karya Kuntara Wiryamartana.
Sigit Santosa
Sigit Santosa menghabiskan masa kecil sampai usia remaja di Solo, Sigit yang tertarik dengan lukisan sejak masih SMP kemudian melanjutkan sekolahnya di ISI Yogyakarta. Sigit beberapa kali telah menerima penghargaan, yaitu: Karya Terbaik Dies natalis ISI V, Yogyakarta (1990), Karya Terbaik Festival Mahasiswa Seni se-Indonesia, Yogyakarta (1992), Karya Terbaik Biennale IV Yogyakarta (1994), 10 Lukisan Terbaik “The Phillip Morris group Indonesian Art Awards (1994), Finalis “The 2006 Sovereign Asian Art Prize”, Hong Kong, dan Finalis “The 2007 Sovereign Asian Art Priza”, Hong Kong.
Subandi Giyanto
Lulusan IKIP Yogyakarta ini mengenal wayang sejak masih kecil. Subandi sekolah di SMSR, dan berlanjut di IKIP Yogyakarta, berkarier sebagai guru gambar di berbagai sekolah menengah di Yogyakarta. Subandi sering memakai kaca sebagai media melukisnya, dan lukisan wayang Subandi memiliki ciri khas tersendiri. Di rumahnya yang berada di Kasihan, Bantul sering diadakan workshop melukis wayang.
Susilo Budi Purwanto
Lahir di Magelang, Susilo mulai berkarya saat kuliah di ISI Yogyakarta. Terakhir kali berpameran pada tahun 2021 lalu di Bentara Budaya Yogyakarta dengan karyanya berupa ilustrasi novel Anak Bajang Mengayun Bulan karya Sindhunata.
Sebagai seorang pelukis, Susilo sering kali menjadikan wayang sebagai tema utama, wayang sebagai simbol maupun wayang sebagai teks dalam karya-karyanya.
Tere
Theresia Agustina Sitompul (Tere) lahir pada 5 Agustus 1981, di Pasuruan, Jawa Timur. Selama 1999-2007, Tere mendapat pendidikan di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Kemudian selama 2009-2011, Tere melanjutkan pendidikannya di program pasca sarjana di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.
Karya Tere pertama kali dipamerkan di tahun 2000, dalam sebuah pameran bersama di Sanggar Caping, UNNES, Semarang. Di tahun 2004, karya Tere pertama kali dipamerkan di luar negeri pada pameran bersama "Guest Country Lessedra 3rd Annual Mini Print"; di Sofia, Bulgaria. Pada tahun yang sama, Tere mengadakan pameran tunggal untuk pertama kali dengan judul "Yearning"; di Via-Via Cafe Yogyakarta.
Pameran tunggal Tere selanjutnya antara lain, "Confession"; di Vivi Yip Art Room, Jakarta dan Richard Koh Fine Art, Kuala Lumpur, Malaysia (2009); "Happyartland", di ViviYip art Room 2, Jakarta dan S Bin Art Plus, Singapura (2010); "Spirit of Noah"; di Bentara Budaya, Yogyakarta (2011); "Prints the Book of Genesis: Seeds of Peace"; di Lawang Wangi, Bandung (2012); dan "Pada Tiap Rumah Hanya Ada Seorang Ibu (within each house there is only a mother)"; di Jakarta, Bali, Solo, Yogyakarta, Indonesia (2014-2015).
Yuswantoro Adi
Yuswantoro Adi lahir pada 11 November 1966, di Semarang, Jawa Tengah. Pada tahun 1997,
Yuswantoro Adi menyelesaikan pendidikan seninya di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.
Karya Yuswantoro Adi dipamerkan pertama kali pada tahun 1987 dalam Pameran Kelompok Sendata di Galeri GKS Surabaya. Yuswantoro Adi juga telah mengadakan pameran tunggal, antara lain: "Uang dan Bocah Kita"; di Bentara Budaya Yogyakarta (1998); Proyek Seni Rupa Yuswantoro Adi “Bermain dan Belajar” Lontar Gallery Jakarta and Bentara Budaya Yogyakarta (2002); dan "Beranak Pinak di"; di sangkring Art Space, Yogyakarta (2013).
Karya Yuswantoro Adi dalam berbagai pameran mengangkat tema kritik sosial, dan dengan
gaya yang disebutnya “photo-realist”.
I Wayan Cahya
Belajar melukis sejak masih kecil di Bali, Wayan Cahya kemudian sekolah di ISI Yogyakarta, salah satu lukisan Wayan Cahya yakni lukisan sosok Soeharto. Lukisan tersebut disimpan di Istana Bogor. Saat ini Wayan Cahya melanjutkan kegiatan keseniannya di Yogyakarta, sering mengikuti berbagai pameran di berbagai kota.
Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV