LPSK: Putri Candrawathi Tidak Tunjukkan Kelaziman sebagai Korban Kekerasan Seksual di Rekonstruksi
Peristiwa | 13 September 2022, 12:28 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak yakin Putri Candrawathi menerima kekerasan seksual dari Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Meskipun Komnas HAM dalam hasil rekomendasinya menyebut istri Ferdy Sambo tersebut diduga menerima kekerasan seksual dari Brigadir J.
Dalam keterangannya di Program AIMAN KOMPAS TV, Senin (12/9/2022), Juru Bicara LPSK Rully Novian mengatakan ada sejumlah faktor yang membuat lembaganya belum yakin istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi adalah korban kekerasan seksual.
Apalagi, penyidik Bareskrim Polri telah menghentikan perkara dugaan kekerasan seksual dan menduga itu tidak terjadi atau itu bagian dari obstruction of justice dari kasus keseluruhan.
Baca Juga: Mantan Hakim Agung Sebut Motif Ferdy Sambo Bunuh Brigadir J Syarat Mutlak: Akibat Harus Ada Sebab
“Sejauh ini faktor-faktor, unsur-unsur, indikasi yang mengarah kepada yang bersangkutan kepada korban kekerasan seksual belum bisa meyakini LPSK,” ucap Rully Novian.
“Ketika dia korban kekerasan seksual, LPSK akan paling depan untuk melakukan perlindungan dan pemulihan setidaknya kalau tidak dalam proses hukum ada hak pemulihan terhadap dirinya.”
Di samping itu, Rully menyampaikan LPSK juga tidak mendapatkan keterangan apapun yang dapat menguatkan Putri Candrawathi sebagai korban pelecehan seksual.
Tak hanya itu, LPSK juga tidak mendapatkan gambaran umum atau yang lazim dari Putri Candrawathi saat rekonstruksi jika memang sebagai korban pelecehan seksual.
Baca Juga: Mahfud MD Pastikan Ferdy Sambo Tak Bisa Mengelak dari Pasal 340: Sudah Jelas Perencanaan Pembunuhan
Baik untuk reka adegan di Magelang, rumah di Jalan Saguling, hingga rumah dinas di Duren Tiga yang menjadi tempat kejadian peristiwa terbunuhnya Brigadir J.
“Itu kan kami mengikuti, kami melakukan pendampingan, kami ikuti tahap per tahap, dan keterangan itu kami pahami,” kata Rully.
“Dalam penanganan LSPK itu, korban kekerasan seksual setidaknya itu ada gambaran yang umum atau lazim pada umumnya terjadi, sementara kami belum melihat itu (dialami oleh Putri Candrawathi -red).”
Pertama dari relasi kuasa, Rully menuturkan lazimnya pelecehan seksual dilakukan oleh pihak yang memiliki kuasa, sementara dalam kasus ini korban pembunuhan justru disebut sebagai terduga pelaku.
“Ini terbalik, meskipun di beberapa kasus tidak perlu ada relasi kuasa untuk kekerasan seksual,” ujarnya.
Baca Juga: Komnas HAM Simpulkan Ferdy Sambo Lakukan Extra Judicial Killing, Patut Dihukum Seberat-beratnya
Kedua, rumah yang disebut sebagai tempat kekerasan seksual terjadi bukanlah rumah kosong.
“Ini rumah yang ada orangnya, ada saksi di dalamnya, kalau pun seorang pelaku mau melakukan kekerasan seksual, biasanya pelaku itu biasa memastikan tidak ada seseorang pun yang bisa menjadi saksi perbuatannya,” kata Rully.
“Sementara dari rekonstruksi dan keterangan yang LPSK terima dan rekan-rekan media terima setidaknya ada dua orang di situ.”
Rully menambahkan, yang patut juga menjadi pertanyaan, bagaimana Putri Candrawathi yang mengaku menerima kekerasan seksual masih memanggil terduga pelaku ke kamarnya.
Bahkan tak hanya itu, kata dia, Putri Candrawathi juga masih satu rombongan untuk kembali dari Jakarta ke Magelang.
“Kembali ke rumah, masih di rumah itu selama dua hari, y aitu perlu kita analisis bersama,” ucap Rully.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV