Heboh Penolakan Pendirian Gereja di Cilegon, PBNU: Tak Ada Alasan Menolaknya
Peristiwa | 10 September 2022, 10:37 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrut Rozi, menilai, tak ada alasan bagi pemerintah daerah Cilegon untuk menolak pendirian gereja maupun tempat ibadah lain.
Ia pun menyebutkan, selama mengikuti aturan dan sesuai prosedur, maka sebagaimana konstitusi, tak ada larangan pendirian sebuah gereja.
"Kita mengikuti peraturan pemerintah yang berlaku, jika proses sudah sesuai prosedur dan aturan yang berlaku, maka tidak ada alasan untuk menolaknya," paparnya saat dihubungi KOMPAS.TV, Sabtu (10/9/2022).
Sebagai informasi, heboh soal penolakan pendirian gereja ini setelah Rabu (7/9/2022) Wali Kota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Wali Kota Sanuji Pentamarta ikut menandatangani penolakan rencana pendirian Gereja HKBP Maranatha di Cikuasa, Gerem, Kota Cilegon, di depan massa yang mengatasnamakan Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon.
Lantas, video tanda tangan dari otoritas Cilegon tersebut viral di media sosial dan ditanggapi banyak pihak lantaran dinilai diskriminatif.
Gus Fahrur pun menilai, harus ada komunikasi intens antara pelbagai stakeholder terkait pendirian gereja ini.
"Untuk itu saya menyarankan, pertama perlu di klarifikasi oleh pihak kemenag apakah usul pendirian gereja tersebut sudah memenuhi syarat pendidikan rumah ibadah sebagaimana SKB 2 menteri," tambahnya.
Lalu yang kedua, katanya, pihak pemerintah cq Walikota / wakil walikota perlu mempelajari dan menjelaskan proses usulan pendirian gereja sesuai aturannya.
"Ketiga, dilakukan dialog melalui Forum kerukunan umat beragama Cilegon dan ormas-ormas keagamaan agar terjadi kesepakatan yang harmonis," paparnya.
Gus Fahrur mengingatkan aspek historis masa lalu saat pemerintahan kolonial Belanda merobohkan menara masjid Cilegon, sehingga lahir gerakan pemberontakan Geger Cilegon pada 1888.
"Keempat, Dilakukan kajian hukum oleh Kemendagri terhadap keputusan bupati serang pada tahun 1975," tutupnya.
Baca Juga: Maarif Institute Tuding Wali Kota Cilegon Langgar UUD karena Ikut Tolak Pendirian Gereja
Tanggapan Walikota Cirebon dan Kementerian Agama
Sementara itu, Wali Kota Cilegon Helldy Agustian dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (8/9) mengatakan, penandatangan bersama yang dilakukan sehari sebelumnya, hanya memenuhi keinginan massa.
"Hal tersebut (penandatangan penolakan) adalah memenuhi keinginan masyarakat Kota Cilegon yang terdiri dari para ulama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan organisasi masyarakat," tegas Helldy seperti dikutip Kompas.com.
Pada Rabu (7/9), sejumlah orang yang menamakan diri Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon melakukan aksi dengan mendatangi DPRD Cilegon dan bertemu Wali Kota Cilegon Helldy Agustian.
Mereka menolak pembangunan Gereja HKBP Maranatha di Lingkungan Cikuasa, Kelurahan Geram, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Banten.
Helldy menegaskan, Pemerintah Kota Cilegon belum pernah menerima permohonan pendirian rumah ibadah.
Dikatakan Helldy, panitia pembangunan gereja hanya menyampaikan informasi bahwa proses persyaratan perizinan pembangunan rumah ibadah belum terpenuhi pada Selasa (6/9). Yakni persyaratan berdasarkan peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.
"Persyaratan-persyaratan yang belum terpenuhi dalam pengajuan perizinan pembangunan rumah ibadah, di antaranya validasi dukungan masyarakat sekitar dari kelurahan," kata Helldy.
Baca Juga: Polisi Tangkap 6 Tersangka yang Sandera Mobil Dinas Wali Kota Cilegon saat Demo di Kawasan Gambir
Pada Kamis (8/9/), Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama (Kemenag) Wawan Djunaedi menyampaikan bahwa kepala daerah harus merujuk pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
PBM tersebut mengatur bahwa pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
Ia berharap semua kepala daerah, termasuk Wali Kota Cilegon Helldy Agustian, berupaya semaksimal mungkin memenuhi hak-hak konstitusi setiap penduduk, termasuk Hak Beragama dan Berkeyakinan.
Disampaikan, untuk pendirian rumah ibadah, ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi, di antaranya daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat.
Kedua, dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.
Ketiga, rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
Keempat, rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
Jika persyaratan pertama terpenuhi, sedangkan persyaratan kedua belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.
“Jadi, tidak ada alasan apapun bagi kepala daerah untuk tidak memfasilitasi ketersediaan rumah ibadat ketika calon pengguna telah mencapai 90 orang,” tegas Wawan di Jakarta, Kamis, dikutip dari laman Kemenag.
Baca Juga: Indahnya Toleransi Beragama, Ibadah Gereja Koinonia Ditiadakan Demi Hormati Warga Shalat Id
Dia juga menilai, berbagai pihak perlu mendapatkan informasi yang sangat baik bahwa Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK1975 tanggal 28 Maret 1975 sudah tidak relevan lagi untuk dijadikan dasar penolakan pendirian gereja.
Pertama, kata Wawan, regulasi tersebut diterbitkan pada saat komposisi penduduk muslim daerah Cilegon sebesar 99 persen, sebagaimana disebutkan pada konsideran menimbang pada SK Bupati dimaksud.
Sementara situasi Kota Cilegon sekarang sudah berubah. Berdasarkan data sensus Badan Pusat Statistis (BPS) tahun 2010, lanjut Wawan, komposisi umat Kristen di Kota Cilegon mencapai 9,86 persen. Sementara komposisi umat nonmuslim secara keseluruhan mencapai 12,82 persen.
“Bertumpu pada data jumlah penganut agama Kristen di atas, tentu ikhtiyar untuk pendirian rumah ibadah sudah memenuhi kebutuhan nyata,” sambungnya.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV