> >

Atasi Beda Perlakuan Penahanan Tersangka Wanita, Komnas Perempuan Wacanakan Dorong Pembaruan KUHAP

Hukum | 3 September 2022, 12:51 WIB
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menjelaskan, perbedaan perlakuan terhadap tersangka dan terdakwa perempuan dalam hal penahanan disebabkan oleh tidak adanya mekanisme pemantauan kewenangan penegak hukum.(Sumber: Tangkapan layar video KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Perbedaan perlakuan terhadap tersangka dan terdakwa perempuan dalam hal penahanan disebabkan oleh tidak adanya mekanisme pemantauan kewenangan aparat penegak hukum.

Penjelasan itu disampaikan oleh Sitti Aminah Tardi, Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, dalam wawancaranya dengan jurnalis Kompas TV, Aulia Faradina, Sabtu (3/9/2022).

“Ini kembali karena di dalam Kitab undang-undang hukum acara pidana kita, tidak ada pemantauan atau tidak ada mekanisme yang memantau kewenangan dari penyidik, penuntut umum, maupun hakim terhadap penahanan,” jelasnya.

Oleh sebab itu, menurutnya jika berbicara tentang penahanan, mendorong pembaruan kitab undang-indang hukum acara pidana menjadi hal yang penting.

Baca Juga: Komnas Perempuan Nilai Penangguhan Penahanan Putri Candrawathi Bukan Suatu Keistimewaan

“Karena itu, menjadi penting kalau kita bicara penahanan adalah mendorong pembaharuan kitab undang-undang hukum acara pidana, termasuk memasukkan isu hak maternitas di dalam penahanan.”

Dalam kesempatan itu, Sitti juga menjelaskan bahwa harus dibedakan antara penahanan dan pemidanaan.

Penahanan, kata dia, adalah penempatan seseorang yang sedang menjalani proses pemeriksaan, baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di pengadilan.

Penahanan juga merupakan kewenangan dari aparat penegak hukum, dalam hal ini penyidik, penuntut umum dan hakim.

Penahanan, lanjut dia, ada tiga bentuk, yakni berbasis rumah tahanan, tahanan rumah, dan tahanan kota.

“Ketiga-tiganya adalah penahanan, yang kalau dipahami oleh masyarakat penahanan itu terbatas pada berbasis rumah tahanan atau disebut dengan penjara,” tuturnya.

Kata Sitti, proses penahanan bertujuan untuk memastikan tersangka atau terdakwa tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya.

Sedangkan, terpidana adalah seseorang yang sudah mendapatkan keputusan pengadilan dan dihukum untuk menjalankan pemidanaan.

Baca Juga: Komnas Perempuan Ungkap Sebab Putri Candrawathi Enggan Laporkan Kasusnya

“Dalam kasus Ibu PC ditetapkan sebagai tersangka, dan penahanannya itu menjadi kewenangan penyidik.”

Mengenai instrumen hak asasi perempuan melihat proses penahanan, ia mengacu pada Rekomendasi Umum Nomor 33, tentang akses perempuan terhadap keadilan.

“Dinyatakan dan direkomendasikan kepada negara pihak, dalam hal ini di Indonesia, bahwa penahanan sebelum persidangan itu harus menjadi pilihan terakhir dan sesingkat-singkatnya,” imbuhnya.

Jadi, lanjut Sitti, ketentuan di dalam Rekomendasi Umum Nomor 33 maupun di dalam KUHAP berlaku tidak hanya untuk Putri Candrawathi saja, tetapi berlaku untuk semua tahanan, untuk semua perempuan.

“Bahwa penahanan sebelum persidangan itu adalah langkah paling akhir dan dilakukan sesingkat mungkin.”

Pada kasus Putri, Sitti berpendapat bahwa ia tidak ditahan oleh penyidik karena alasan kemanusiaan, dibenarkan berdasarkan instrumen hak asasi perempuan.

“Yaitu perempuan yang sedang menjalani fungsi maternitasnya seperti hamil, menyusui, dan mengasuh anak itu tidak ditahan dan selama sebelum persidangan.”

“Dan itu Berlaku tidak hanya untuk ibu P tapi untuk semua tahanan, atau tersangka, terdakwa perempuan,” ia menegaskan.

Proses penahanan, tuturnya, harus bisa dibedakan dengan posisi perempuan sebagai terpidana.

Ketika perempuan dinyatakan bersalah oleh hakim, dan harus menjalani pemidanaan di lembaga permasyarakatan, terpidana memang diizinkan untuk mengasuh anak.

Dalam undang-undang lembaga permasyarakatan terbaru, kata Sitti, maksimal sampai usia 3 tahun,  yang sebelumnya diatur maksimal 2 tahun.

“ini berarti apa? perempuan boleh membawa anaknya ke lembaga pemasyarakatan sampai anaknya berusia 3 tahun.”

Baca Juga: Komnas Perempuan: Putri Candrawathi Menyampaikan Berkali-kali Ingin Mati Usai Dilecehkan Brigadir J

“Ini juga berarti negara di lembaga pemasyarakatan harus membangun lingkungan dan fasilitas yang ramah untuk anak-anak batita, agar tumbuh kembangnya dan hak anaknya tetap terpenuhi,” ungkapnya.

Menurut Sitti, kondisi ini yang harus dipahami, dan ketika anak telah berusia 3 tahun, ia harus dipisahkan dari ibunya, sementara ibunya harus menyelesaikan pemidanaan yang diputuskan oleh hakim.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU