Guru Besar Unpad Dorong Kapolri Selidiki "Kakak Asuh" yang Jadi Perencana Ferdy Sambo
Politik | 25 Agustus 2022, 05:21 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Prof Muradi menilai "kerajaan" Irjen Ferdy Sambo yang muncul di publik tidak terlepas dari peran pihak lain.
Pihak lain tersebut salah satunya "kakak asuh" di Polri yang sudah terbentuk sejak di Akpol sebagai pola hubungan senior-junior.
Menurut Muradi, karier Ferdy Sambo yang melesat tinggi ini tidak terlepas dari peran "kakak asuh" yang ada di lingkungan Polri.
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Kerajaan Ferdy Sambo Seperti Mabes Dalam Mabes
Sejatinya, sambung Muradi, jabatan Kadiv Propam diduduki orang yang memiliki pengalaman yang luas. Mulai dari pernah menjadi penyidik hingga ke level pengambil kebijakan di level provinsi atau Kapolda.
"Kalau saya menyebut FS (Ferdy Sambo) less experience. Tidak pernah pegang Polda, jadi Kapolres 9 bulan di Brebes, selebihnya di elit, beberapa menyebutnya polisi Jakarta, karena muter-muter di Jakarta," ujar Muradi di program dialog Satu Meja The Forum KOMPAS TV, Rabu (24/8/2022).
Muradi menambahkan jika melihat kasus Ferdy Sambo secara utuh, peran "kakak asuh" yang membesarkan Ferdy Sambo juga bisa ikut diproses.
Menurut Muradi "kakak asuh" Ferdy Sambo ini adalah master mind atau perencana dari kerajaan Sambo. Bahkan tak hanya menguasai lahan perjudian, tambang juga ikut dikuasai.
Baca Juga: Kapolri Akan Dalami Isu Kaisar Sambo 303
"Kakak Asuh" Ferdy Sambo, kata Muradi, ada yang masih aktif di Kepolisian dan memegang posisi strategis, ada juga yang sudah purnawirawan.
"Kalau FS di proses, proses juga kakak asuhnya. Kakak asuh ini orang yang pernah membesarkan FS. Dia (kakak asuh) yang jadi master mind semuanya, bukan hanya judi, ada juga tambang ada juga yang lain," ujar Muradi.
Lebih lanjut Muradi menilai dilihat dari latar belakang Ferdy Sambo, kerajaan yang dibangun Sambo ini memang ada lantaran didukung oleh kakak asuh.
Baca Juga: Menilik Rumor Kerajaan Sambo - LAPORAN KHUSUS
Untuk itu Kapolri perlu juga melihat hal ini sebagai proses penelusuran lebih jauh mengenai kenapa kerajaan Sambo kuat dan berkuasa.
"Komisi III DPR juga menanyakan itu, Pak Kapolri butuh waktu untuk menuntaskan itu. Momen ini menarik untuk Kapolri untuk bersih-bersih," ujar Muradi.
Reformasi Polri Belum Tuntas
Senada dengan Muradi, Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto menilai reformasi kultural di tubuh polri belum sepenuhnya tuntas.
Hal ini membuat 97 anggota polisi diperiksa terkait pelanggaran kode etik profesi dalam penanganan kasus Brigadir J.
Menurutnya jika reformasi kultural berjalan maka tidak mungkin 97 personel Polri mau mengikuti tindakan yang salah.
Padahal sebagian besar anggota polisi yang diperiksa dan ditetapkan melanggar kode etik kepolisian itu merupakan mahasiswanya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Secara akademis cerdas dan secara kerja juga bagus.
Baca Juga: Kapolri Bantah Isu Uang Rp 900 Miliar di Rumah Ferdy Sambo: Tidak Ada!
"Ada yang salah dari kultur dan budaya di organisasi ini," ujarnya.
Wahyu menambahkan persoalan yang tengah dihadapi Polri saat ini ibarat sakit parah yang harus diobati dengan amputasi.
"Persoalan di Polri sekarang ini bukan hanya soal sakit, tetapi sakit parah, dan satu-satunya obat harus diamputas. Kalau nggak diamputasi, benalu ini akan semakin merembet," ujarnya.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV