> >

Penasihat Ahli Sebut Penonaktifan Kapolri Tak Tepat: Sudah Berbuat Banyak, Diberhentikan, Tidak Adil

Hukum | 23 Agustus 2022, 20:38 WIB
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo saat jumpa pers terkait perkembangan kasus pembunuhan Brigadir J, Kamis (4/8/2022). (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Usulan penonaktifan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dari jabatan Kepala Kepolisian RI (Kapolri) dinilai tidak tepat. Hal itu diungkap oleh Sekretaris Staf Ahli Kapolri Irjen (Purn) Aryanto Sutadi di Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Menurutnya, setidaknya ada tiga alasan yang menyatakan bahwa usulan penonaktifan tersebut tidak tepat.

Baca Juga: Alasan Demokrat Minta Kapolri Dinonaktif: Bohongi Publik hingga Tak Kuat Lawan Kerajaan Ferdy Sambo

Pertama, aspek manfaat. Aryanto menjelaskan, dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Polri sudah menetapkan lima tersangka. Pun, sudah 83 personel diperiksa terkait pelanggaran kode etik profesi.

Bahkan, penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J sudah selesai dan saat ini berkas pemeriksaan empat tersangka sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.

"Meski di awal agak lambat, tetapi setelah diumumkan para tersangka, Bharada E, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi ini, sudah clear semua. Tidak ada alasan untuk menggantikan Kapolri hanya karena kasus ini tuntas," ujarnya di program Kompas Petang KOMPAS TV, Selasa (23/8/2022).

Sekretaris Staf Ahli Kapolri Irjen (Pur) Aryanto Sutadi saat memberikan keterangan seputar kasus pembunuhan berencana Brigadir J di program Kompas Petang, Kompas TV, Selasa (23/8/2022). (Sumber: Kompas TV)

Aspek kedua, yakni soal legalitas. Aryanto menjelaskan, dari sisi legalitas, penonaktifan Kapolri hanya karena melakukan kebohongan dalam kasus Brigadir J, sangat lemah.

Baca Juga: Wakil Ketua Komisi III DPR Tak Setuju Kapolri Dinonaktifkan: Apakah dengan Diganti Semakin Baik?

Aryanto mengingatkan, Kapolri merupakan pejabat negara yang memiliki mekanisme dalam pengangkatannya. Begitu juga proses penonaktifan atau pemberhentiannya.

Menurutnya, usulan yang disampaikan secara anggota perorangan bukan berarti mewakili DPR seluruhnya. 

"Kapolri ini kan pejabat, bukan orang sembarangan. Berhentinya harus ada proses paling tidak pakai kode etik atau hukum. Apalagi usulan disampaikan perorangan, bukan DPR," ujar Aryanto.

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU