Laksamana Maeda, Perwira Jepang yang Membantu Kemerdekaan Indonesia, Masa Tuanya Merana
Sosok | 3 Agustus 2022, 06:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Penyusunan naskah teks proklamasi dapat terwujud, salah satunya berkat bantuan perwira Jepang di Indonesia, Laksamana Muda Tadashi Maeda atau sering disebut Laksamana Maeda saja.
Lelaki yang lahir di Kota Kajiki, prefektur Kagoshima, Jepang, pada tanggal 3 Maret 1898 ini, adalah perwira penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang selama perang Pasifik.
Namun selama bertugas di Indonesia, dia jatuh hati kepada para pemuda Indonesia yang gigih memerdekakan diri. Maka saat Jepang kalah perang, dia pun tak bisa berbuat banyak selain membiarkan Soekarno dan kawan-kawan merebut kemerdekaan.
Ketika Soekarno-Hatta dan rombongan pulang dari Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, pada 16 Agustus 1945 setelah diculik oleh sejumlah anak muda, salah satu yang dipersiapkan adalah mencari lokasi untuk menyusun naskah teks proklamasi.
Baca Juga: Teks Proklamasi Hari Hari Humor Nasional Dibacakan Puteri Gus Dur, Begini Isinya
Saat itu, salah satu pilihan adalah di Hotel des Indes. Salah seorang pemuda bernama Subardjo diminta menelepon Hotel des Indes. Namun, pihak hotel menjawab bahwa lewat dari pukul 22.00 WIB, tidak boleh mengadakan kegiatan apa pun juga.
Mengutip buku "Menuju Gerbang Kemerdekaan" karya Mohammad Hatta (terbitan KOMPAS tahun 2011), saat itu juga Subardjo mengusulkan untuk menelepon Laksamana Maeda, minta izin dipinjamkan rumahnya yang kini terletak di Jalan Imam Bonjol, Jakarta. Tanpa disangka, Maeda mengabulkan dengan senang hati.
Setelah itu, seluruh anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan yang semuanya menginap di Hotel des Indes, diminta untuk datang ke rumah Maeda pada pukul 24.00 WIB.
Sejak pukul 22.00 WIB, Soekarno dan Hatta sudah sampai di rumah Maeda. Di sana, sudah berkumpul pula sejumlah perwira Jepang selain Maeda, di antaranya Tuan Miyoshi.
Saat itu, Maeda menyambut gembira dan menyalami semua tamu yang hadir. Soekarno yang kala itu bicara, menyatakan rasa terima kasihnya.
"Itu kewajiban saya yang mencintai Indonesia merdeka," jawab Maeda.
Akhirnya malam itu, para perumus naskah pun bekerja hingga dini hari. Bung Hatta yang menyusun naskah, sementara Sayuti Melik yang mengetiknya. Pekerjaan pun selesai pukul 03.00 dini hari.
Karena saat itu bertepatan dengan bulan puasa, dan para perumus kemerdekaan sebagian besar muslim, selaku tuan rumah, Laksamana Maeda pun menyediakan makan sahur.
"Karena tidak ada nasi, yang kumakan ialah roti, telur, dan ikan sardin," kata Hatta.
Setelah berterima kasih kepada tuan rumah, para founding fathers ini pun pamit pulang.
"Aku pulang dengan membonceng pada Soekarno," lanjut Hatta.
Hanya beristirahat sebentar, pada pukul 10 pagi, Jumat 17 Agustus 1945, naskah proklamasi pun dibacakan. Sejak itu, Indonesia merdeka.
Dalam tulisannya berjudul "In Memoriam Laksamana Tadashi Maeda", Subardjo menyebut Maeda memiliki sifat samurai yang rela berkorban demi rakyat Indonesia. Kenangan tersebut ia tulis setelah mendengar kabar wafatnya Maeda pada 14 Desember 1977.
"Pada detik-detik terpenting dalam melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Laksamana Maeda menunjukkan sifat samurai Jepang, yang mengorbankan diri dengan rela demi tercapainya cita-cita luhur dari rakyat Indonesia, yakni Indonesia merdeka," tulis Subardjo, seperti dikutip dari buku "Seputar Proklamasi Kemerdekaan: Kesaksiaan, Penyiaran dan Keterlibatan Jepang" terbitan KOMPAS.
Dalam peringatan kemerdekaan ke-28 Indonesia, 17 Agustus 1973, Maeda diundang ke Indonesia. Harian KOMPAS pada 3 September 1973 memberitakan hasil wawancaranya: "Dia sudah tidak bekerja lagi, dia tinggal sebatang kara. Istrinya tiada, anak pun tidak punya. Sebenarnya Maeda ingin tinggal di Indonesia."
Baca Juga: Pemerintah Belanda Meminta Maaf atas Kekejaman Tentara Masa Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 - 1949
Laksamana Maeda meninggal pada usia 79 tahun di tanah airnya. Namun, dia pernah dituding berkhianat karena membantu kemerdekaan Indonesia. Dia pernah diadili, namun dinyatakan tidak bersalah. Setelah itu Maeda menyatakan mundur dari karier militer dan politik, serta memutuskan menjadi warga biasa hingga akhir hayatnya.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV