Lie Eng Hok, Perintis Kemerdekaan yang Pernah Jadi Tukang Tambal Sepatu dan Penjual Buku Bekas
Sosok | 2 Agustus 2022, 06:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sumbangsih kaum etnis Tionghoa terhadap kemerdekaan Indonesia, tidaklah kecil. Cukup banyak nama-nama yang ikut mendorong dan terlibat langsung, dari sebelum hingga proklamasi Indonesia merdeka.
Salah satunya adalah sosok Lie Eng Hok. Dia adalah pahlawan perintis kemerdekaan yang sudah diakui negara lewat SK Menteri Sosial RI No. Pol 111 PK tanggal 22 Januari 1959.
Perjalanan Lie Eng Hok dalam merintis kemerdekaan Indonesia tak kalah tragis dibandingkan kaum pribumi lainnya.
Baca Juga: Mengenal Lie Eng Hok, Perintis Kemerdekaan Sahabat WR Supratman
Lie, kelahiran Balaraja, Tangerang, Banten 17 Februari 1893 ini, sudah berhadapan dengan kejaran aparat kolonial dan penjara sejak dituding sebagai dalang dari pemberontakan Banten dan Sumatera Barat pada 1926-1927.
Pemberontakan Banten 1926 sendiri tercatat sangat merugikan pihak Belanda. Bahkan, pernah disebut sebagai pemberontakan pertama dalam sejarah perintis kemerdekaan yang menimbulkan kepanikan di orang-orang Belanda, bahkan hingga ke Batavia.
Di Batavia orang-orang Belanda sampai mengunci pintu-pintu rumah mereka karena ketakutan.
Dikutip dari Buku "Peranakan Idealis" karya H Junus Jahja terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) tahun 2002, atas aksinya itu, Lie dibuang ke Digul (Papua) selama lima tahun berdasarkan Besluit Gouverneur Generaal Van Nederlandsch-Indie (Keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda) no.8 tanggal 19 Januari 1932.
Hukuman buang ke Digul sudah lazim kala itu bagi para pembangkang terhadap pemerintah kolonial Belanda. Namun Lie tidak gentar. Dia tetap aktif membela Indonesia.
Di masa hidupnya, Lie pernah menjadi wartawan Sin Po. Posisi sebagai wartawan inilah yang membuatnya dekat dengan pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya" WAge Rudolf Supratman. Dari sahabatnya inilah dia banyak mengenal dan belajar tentang cita-cita kemerdekaan, sesuatu yang jarang didengungkan oleh keturunan Tionghoa kala itu.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV