Polisi Beberkan Peran 4 Petinggi ACT yang Jadi Tersangka Dugaan Penggelapan hingga Pencucian Uang
Hukum | 25 Juli 2022, 19:26 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Polisi membeberkan peran empat petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang telah ditetapkan sebagai tersangka pada kasus dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang.
Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan, penyelidikan kasus ini berdasarkan laporan polisi Nomor LP A/0364 VII 2022/Bareskrim tanggal 11 Juli 2022.
Berdasarkan laporan tersebut, pada tanggal 22 dan 23 Juli 2022, personel Direktorat Tindak Pidana Eksus Bareskrim Polri melaksanakan penggeledahan di kantor Yayasan ACT di Gedung Menara 165, Jakarta Selatan.
“Yang kedua, di gudang wakaf distribution center WDC Global Wakaf Corporate Kabupaten Bogor,” jelas Ramadhan, Senin (25/7/2022), dalam konferensi pers yang dipantau melalui siaran kanal YouTube Kompas TV.
Objek penggeledahan, lanjut dia, meliputi seluruh dokumen hardware maupun software terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Yayasan ACT.
Kemudian, penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap 26 saksi, yang terdiri dari 21 saksi dan 5 saksi ahli.
Kelima saksi ahli terdiri dari satu ahli informasi dan transaksi elektronik (ITE), satu ahli bahasa, dua ahli yayasan, dan satu ahli pidana.
Tersangka A
Berdasarkan fakta hasil penyidikan, kata Ramadhan, diketahui bahwa A sebagai pendiri juga sebagai Ketua Pengurus Yayasan ACT dan Ketua Pembina pada 2019 sampai 2022.
“Dan juga sebagai pengendali Yayasan ACT dan badan hukum terafiliasi dengan Yayasan ACT.”
Baca Juga: Dalami Dugaan Penyelewengan Dana ACT, Bareskrim Polri Kembali Periksa Mantan Presiden & Presiden ACT
“Mens rea-nya (niatnya, red) adalah mendirikan Yayasan ACT untuk menghimpun dana melalui berbagai bentuk donasi,” kata Ramadhan.
Kemudian, tersangka A bersama dengan pendiri yayasan, pembina, pengawas, dan pengurus, telah mendirikan sekaligus duduk dalam direksi dan komisaris agar dapat memperoleh gaji dan fasilitas lainnya.
Pada tahun 2015, kata Ramadhan, A turut membuat SKB Pembina dan Pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20 sampai 30 persen.
“Tahun 2020 bersama membuat opini Dewan Syariah Yayasan ACT, tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi.”
“Kemudian menggerakkan Yayasan ACT untuk mengikuti program dana bantuan Boeing atau BCIF, Boeing Community Investment Fund, terhadap ahli waris korban Lion Air JT 610,” lanjutnya.
Kemudian actus reus (tindakan, red) yang dilakukan oleh A, adalah memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama pendiri yayasan, pembina, pengawas, dan pengurus, dengan duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT.
“Bahwa hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan, seharusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan. Akan tetapi, dalam hal ini, A menggunakannya untuk kepentingan pribadi,” tambah Ramadhan.
Kemudian, lanjut dia, menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul, termasuk dana Boeing, untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Tersangka IK
Sedangkan tersangka IK, kata Ramadhan, merupakan Ketua Pengurus ACT periode 2019 sampai sekarang.
Mens rea-nya, pada tahun 2020, bersama membuat opini Dewan Syariah Yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi.
Ia juga menjadi direksi di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT pada tahun 2015, serta bersama membuat SKB Pembina dan Pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20 sampai 30 persen.
“Saudara IK juga membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyek CSR/BIF terkait dana kemanusiaan Boeing pada ahli waris korban Lion JT610,” sebut Ramadhan.
Sedangkan actus reus-nya adalah memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina, pengawas, dan pengurus, dengan duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang berafiliasi dengan ACT.
Kemudian ia juga berperan sebagai presidium yang turut menentukan kebijakan penggunaan dana dari donasi yang dipotong 30 persen.
Tersangka HH
Tersangka ketiga, HH, merupakan Ketua Pengawas ACT tahun 2019 sampai 2022.
Waktu itu, kata Ramadhan, yang bersangkutan juga sebagai anggota pembina dan Ketua Pembina ACT, serta anggota Presidium Yayasan ACT, saat periode IK sebagai ketua pengurus.
Mens rea-nya, selain sebagai pembina, juga sebagai Senior Vice President Operational Yayasan ACT yang memiliki tanggung jawab sebagai HRD, juga sebagai keuangan.
“Di mana seluruh pembukuan keuangan Yayasan ACT adalah otoritas yang bersangkutan,” ungkap Ramadhan.
Baca Juga: BNPT Investigasi Dana ACT yang Diduga Mengalir ke Jaringan Teroris di India dan Turki
“Actus reus-nya, pada saat A sebagai ketua pembina, HH sebagai anggota pimpinan bersama, NIA yang menentukan penggunaan pemotongan dana donasi sebesar 20 sampai 30 persen, yang digunakan untuk membayar gaji,” urainya.
Padahal, kata Ramadhan, sesuai ketentuan, pengurus, pembina, dan pengawas tidak boleh menerima gaji, upah maupun honorarium.
Pada periode IK sebagai Ketua Pengurus tahun 2019 sampai sekarang, HH menjadi anggota Presidium yang menentukan pemakaian dana yayasan tersebut.
Tersangka NIA
“Keempat, Saudara NIA. Perannya sebagai anggota pembina pada periode A sebagai Ketua Yayasan ACT,” kata Ramadhan.
“Mens rea-nya, menyusun program dan menjalankan program, dan merupakan bagian dari Dewan Komite Yayasan ACT yang turut andil menyusun kebijakan Yayasan ACT.”
Actus reus-nya, pada saat A menjabat sebagai Ketua Pembina ACT, tersangka IK sebagai anggota bersama HH juga ikut menentukan pemotongan dana 20 sampai 30 persen.
“Pada periode IK selaku ketua pengurus periode 2019-2021, saudara NIA menjadi anggota presidium yang menentukan pemakaian dana yayasan tersebut.”
Keempat tersangka disangka dengan pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik.
Mereka juga disangka melanggar tindak pidana yayasan, dan/atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan Undang-undang 11 tahun 2008 tentang ITE.
Pasal lain adalah Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 jo Pasal 5 UU Nomor 16 tahun 2001, sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004, tentang perubahan atas UU No 16 tahun 2001 tentang yayasan.
Baca Juga: Hari Ini Eks Presiden ACT Ahyudin Kembali Jalani Pemeriksaan Soal Dugaan Penyelewengan Dana
“Kelima, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 6 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Terakhir, Pasal 55 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.”
Selanjutnya, polisi akan melakukan penelitian dokumen yang telah diamankan, serta melengkapi administrasi penyelidikan, dan melakukan gelar perkara penetapan tersangka.
“Melakukan koordinasi dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), melakukan koordinasi dengan akuntan publik untuk pelaksanaan audit keuangan Yayasan ACT, dan berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum,” sambung Ramadhan.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV