Di Dukuh Atas, Ketika Bung Karno Dibuat Kesal oleh Friedrich Silaban
Peristiwa | 25 Juli 2022, 06:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Kawasan Dukuh Atas sedang jadi perbincangan, karena dijadikan ajang "Citayam Fashion Week" sejak dua pekan terakhir.
Kawasan yang terletak di Jakarta Pusat itu, kini ramai didatangi banyak orang untuk melihat sejumlah anak-anak baru gede yang beraksi, rata-rata mereka berasal dari kawasan Depok, Citayam, Bojong Gede, wilayah yang terbilang tidak terlalu jauh dari Jakarta. Hanya naik kereta dengan tiket murah anak-anak muda itu bisa ke Dukuh Atas atau sebaliknya.
Namun, jika saja Presiden pertama Bung Karno jadi menetapkan kawasan itu sebagai kawasan gelanggang olahraga untuk pelaksanaan SEA Games IV tahun 1962, mungkin ceritanya akan lain. Bisa jadi tak akan ada "Citayam Fashion Week" di sana, sebab sudah jadi sarana olahraga.
Baca Juga: Citayam Fashion Week di Dukuh Atas Dinilai Langgar Aturan
Ya, Dukuh Atas pernah ditunjuk oleh Bung Karno sebagai kawasan olahraga. Kala itu, Bung Karno bersama arsitek Friedrich Silaban terbang menggunakan helikopter untuk mencari kawasan yang tepat sebagai kawasan olahraga, lewat udara.
Dengan berpegang pada Keppres No.113/1959 tentang pembentukan Dewan Asian Games Indonesia, sarana dan prasarana harus segera dibangun. Saat di atas heli itu, Bung Karno dan Silaban menyisir kawasan dari Kemayoran, Dukuh Atas, Bendungan Hilir, hingga Senayan.
Ketika berada di atas Dukuh Atas, Bung Karno langsung menunjuk kawasan itu sebagai tempat penyelenggaraan SEA Games. Tapi Silaban justru menolak. Alasannya dekat sungai Grogol dan akan menimbulkan kemacetan.
Namun Soekarno tetap ngotot karena Dukuh Atas dekat pusat kota. "Di sana kita kan bisa membikin sebuah terowongan," kata Soekarno, kesal.
Memang, Soekarno menghendaki kawasan SEA Games berada di pusat kota. Dalam buku "Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno" (2004), Julius Pour menulis Presiden Soekarno berharap kompleks olahraga itu dibangun di dekat pusat kota yakni sekitar Jalan Thamrin dan daerah Menteng.
Pilihannya antara lain Bendungan Hilir, Karet, dan Pejompongan. Jakarta sendiri kala itu masih seperti kampung besar.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV