> >

Bareskrim Periksa Petinggi ACT Hari Ini Dalami Penyimpangan Dana dari Boeing untuk Korban Lion Air

Hukum | 11 Juli 2022, 09:04 WIB
Ahyudin, salah satu pendiri Aksi Cepat Tanggap yang telah mengundurkan diri dari lembaga itu sejak Januari 2022. (Sumber: Laman Facebook Ahyudin)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri akan kembali memeriksa petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terkait penyelidikan dugaan penyimpangan dana sosial.

Pemeriksaan yang dilakukan pada Senin, 11 Juli 2022 ini akan meminta keterangan dari dua petinggi ACT yakni sang pendiri organisasi Ahyudin, dan Presiden ACT Ibnu Khajar.

Baca Juga: Sarat Makna Sapi Kurban Anies, Pengamat: Jadi Kuda Hitam Pilpres hingga Tak Mau Kalah dari Jokowi

"Ahyudin dan Ibnu, keduanya lanjut diperiksa Senin (11/7)," kata Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Andri Sudarmaji di Jakarta pada Senin (11/7/2022).

Diketahui, Ahyudin dan Ibnu Khajar sebelumnya telah diperiksa penyidik Polri pada Jumat (8/7/2022).

Pemeriksaan terhadap Ahyudin berlangsung dari pukul 11.00 WIB sampai dengan 22.30 WIB. Sedangkan Ibnu Khajar mulai dimintai klarifikasi pukul 15.00 sampai dengan 22.00 WIB.

 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyebutkan Polri menyelidiki dugaan penyimpangan dana sosial untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018 lalu.

Baca Juga: Polisi Telusuri Dana Ratusan Juta Pembelian 615 Amunisi dari Oknum TNI untuk KKB Egianus Kogoya

Kedua Pengurus ACT tersebut diduga menyalahgunakan sebagian dana sosial itu untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.

"Bahwa pengurus Yayasan ACT Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus, dan pembina, serta saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan dana sosial dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing," kata Ramadhan.

Menurut Ramadhan, kedua Pengurus ACT tersebut tidak pernah mengikutsertakan pihak ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial.

Selain itu, mereka juga tidak pernah memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial yang didapatkan dari pihak Boeing, serta penggunaan dana sosial tersebut yang merupakan tanggung jawabnya.

Baca Juga: ACT Diduga Salahgunakan Dana Kemanusiaan Korban Kecelakaan Lion Air JT-610

Dari hasil pemeriksaan diperoleh fakta bahwa ACT menerima dana dari Boeing untuk disalurkan kepada keluarga korban sebagai dana sosial sebesar Rp138 miliar.

Pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi, yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris korban masing-masing sebesar Rp2,06 miliar serta bantuan nontunai dalam bentuk dana sosial sebesar Rp2,06 miliar.

Namun, dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga atau yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, salah satunya adalah lembaga harus bertaraf internasional.

Kemudian, kata Ramadhan, pihak Boeing menunjuk ACT atas rekomendasi ahli waris korban untuk mengelola dana sosial tersebut, yang diperuntukkan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban.

Baca Juga: Menyelewengkan Dana, Izin Yayasan ACT Dicabut oleh Kemensos

Akan tetapi, kata Ramadhan, pihak ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial yang diterima dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh ACT.

"Diduga ACT tidak merealisasikan seluruh dana sosial tersebut, melainkan sebagian dana sosial tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf," kata Ramadhan.

"Dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan kepentingan pribadi Ahyudin dan wakil ketua pengurus."

Ramadhan menyebutkan, kasus ini masih dalam penyelidikan. Penyidik mengusut dugaan sejumlah pelanggaran.

Baca Juga: ACT Diduga Selewengkan Dana Kecelakaan Korban Lion Air untuk Pribadi, Polri Bakal Selidiki Kasus Ini

Itu di antaranya soal Pasal 372 juncto 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU