> >

Hari Bhayangkara, Kisah Polisi Hoegeng dan Asal-asul Kewajiban Pakai Helm Pengendara Motor

Sosok | 1 Juli 2022, 08:49 WIB
Kepala Polri (1968-1971) Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso. (Sumber: Kompas.id/Istimewa)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Jenderal Hoegeng adalah sosok polisi yang senantiasa diingat dalam momen Hari Bhayangkara 1 Juli 2022.

Hoegeng Iman Santoso, nama lengkap sosok itu, hingga detik ini, masih menjadi wujud panutan bagi lembaga kepolisian di Indonesia.

Dia dikenal sebagai karakter sederhana, jujur dan antisuap.

Selain namanya abadi sebagai sosok polisi yang melegenda, ia juga dikenal sebagai tokoh pertama yang mewajibkan penggunaan helm di Indonesia.

Aturan wajib helm ini dimulai pada 2 Agustus 1971.

Sebelum adanya kewajiban helm, para pengendara motor bebas di jalanan tidak memakai apa-apa. Bahkan tak jarang hanya memakai kopiah dan topi saja saat berkendara.

Dilansir dari Motor Plus, aturan wajib pakai helm tersebut dikeluarkan Kapolri Hoegeng lewat maklumat Polri, kemudian mendapatkan SK Menteri Perhubungan pada 29 Desember 1988.

Dalam maklumat itu disebutkan, bagi semua pengendara sepeda motor diwajibkan memakai pelindung kepala alias helm.

Jika tidak, maka Surat Izin Mengemudi (SIM) akan dicabut, bahkan mendapatkan sanksi.

Aditya Soetanto, putra Hoegoeng, mengisahkan tentang keputusan ayahnya yang sempat mendapatkan banyak protes tersebut. 

Bahkan, ayahnya dituduh kongkalikong dengan perusahaan helm di balik keputusannya mewajibkan helm di jalanan.

“Papa tahu kalau kewajiban helm cara efekti menekan kecelakaan,” ujarnya dikutip dari Motor Plus.

“Waktu itu pun papa sudah memperkirakan seandainya tidak ada aturan helm korban pengendara motor akan tinggi,” ujarnya.

Baca Juga: Kisah Hoegeng, Polisi Teladan yang Membuat Gus Dur Menciptakan Guyonan Melegenda

Hobi Bersepeda Tanpa Pengawalan, Diberi Motor Keren Ditolak

Sisi lain Jenderal Hoegeng adalah hobinya bersepeda tanpa pengawalan.

Diceritakan oleh putranya Adit, sapaann putra Hoegeng, sang ayah punya beberapa sepeda ontel dan seringnya bersepeda tanpa mau dikawal oleh para anak buahnya.

“Bahkan pernah ke rumah Pak Jenderal Yusuf di Jalan Teuku Umar, pakai sepeda. Pakai sepeda ontel itu ke mana saja. Ke pasar rumput naik sepeda," ujarnya. 

"Beliau Tidak pernah mau dikawal. Beliau mau dekat dengan masyarakat," tambahnya. 

Selain itu, sebagai elite kepolisian, di rumahnya juga tidak ada pos jaga.

Menurut Adit, tidak ada pos jaga di rumahnya itu lantaran inisiatif dari beliau.

“Beliau tidak mau ada pos jaga di rumah kita dulu. Sama sekali tidak ada. Tiap orang boleh datang," katanya. 

Adit pun cerita, ayahnya sebenarnya ditawari motor keren di zamannya dari perusahaan bernama Lambretta.

Bahkan, motor itu sudah dikirimkan ke ayahnya.

Tapi Jenderal Hoegeng justru minta ajudannya mengembalikannya. Padahal, Adit sendiri ingin motor itu.

“Padahal saya waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” ujarnya.

Itulah kisah Hoegeng, sosok yang akan selallu dikenang tiap 1 juli ketika Indonesia memperingati Hari Bhayangkara.  

Sosok ini berpulang pada14 Juli 2004. Hoegeng meninggal dunia pada usia 82 tahun dan dimakamkan di Taman Pemakaman Bukan Umum (TPBU) Giri Tama, Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Motor Plus


TERBARU